Januari 14, 2025

Eliminasi Filariasis di Sulawesi Tengah: Upaya Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kesehatan Masyarakat yang Lebih Baik

Filariasis, atau yang dikenal dengan istilah penyakit kaki gajah, masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria ini tidak hanya mengganggu kualitas hidup penderitanya tetapi juga berpotensi menyebabkan kecacatan permanen. Hingga saat ini, Sulawesi Tengah terus berupaya untuk mengeliminasi filariasis melalui berbagai program dan upaya kesehatan masyarakat yang terkoordinasi. 9 dari 13 Kabupaten/Kota Endemis Filariasis di Sulawesi Tengah Di Provinsi Sulawesi Tengah, terdapat 9 kabupaten/kota yang telah teridentifikasi sebagai daerah endemis filariasis. Sementara empat kabupaten berhasil mengeliminasi penyakit ini. Keberhasilan tersebut menjadi pencapaian penting dalam upaya mengurangi beban penyakit kaki gajah di provinsi ini. Empat kabupaten yang berhasil mengeliminasi filariasis adalah Parigi Moutong (Parimo), Poso, Sigi, dan Donggala. Bahkan  Kabupaten Parimo sudah mendapatkan sertifikasi eliminasi filariasis. Proses Eliminasi di Lima Kabupaten Meski empat kabupaten telah mencapai eliminasi, lima kabupaten lainnya masih dalam proses menuju eliminasi. Kelima kabupaten ini adalah Banggai, Banggai Kepulauan (Bangkep), Morowali, Buol, dan Tojo Una-Una (Touna). Salah satu langkah penting dalam proses eliminasi ini adalah melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM), sebuah program yang memberikan obat secara massal kepada penduduk di daerah endemis guna mencegah penyebaran filariasis. POPM dilakukan setahun sekali selama minimal lima tahun. Survei Transmission Assessment Survey (TAS) dan Brugia Impact Survey (BIS) Salah satu langkah penting dalam memastikan eliminasi filariasis adalah melalui survei untuk menilai prevalensi infeksi mikrofilaria di masyarakat. Pada tahun 2025, Kabupaten Bangkep dijadwalkan untuk melaksanakan survei Transmission Assessment Survey (TAS) tahap pertama menggunakan metode Brugia Impact Survey (BIS). TAS ini direncanakan pada tahun 2022, namun tertunda akibat pandemi COVID-19. Metode BIS sendiri diperkenalkan setelah temuan permasalahan pada penggunaan alat Brugia Rapid Test yang memberikan hasil inkonsisten dalam survei TAS di daerah-daerah endemis Brugia. Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan di empat laboratorium, hasilnya tidak memadai. Sebagai respons, WHO mengeluarkan rekomendasi untuk menghentikan sementara penggunaan alat tersebut dan menggantinya dengan metode alternatif berupa survei sampling acak berbasis masyarakat dengan alat diagnostik sediaan darah jari malam, yang disebut sebagai Brugia Impact Survey (BIS). Metode BIS bertujuan untuk memastikan prevalensi mikrofilaria pada populasi dewasa berada di bawah 1%. Survei ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari orang dewasa berusia 18 tahun ke atas pada malam hari, antara pukul 10 malam hingga 2 pagi. Ini berbeda dengan metode Brugia Rapid Test yang dilakukan pada anak-anak sekolah kelas 2 dan 3 pada pagi hari. Langkah Konkret di Tojo Una-Una Sebagai bagian dari upaya eliminasi, Kabupaten Tojo Una-Una telah memulai penerapan metode BIS pada Juli 2024 secara acak di seluruh puskesmas di wilayah tersebut. Evaluasi dilakukan setelah pengobatan massal selama lima tahun berturut-turut, dimulai dengan survei pre-TAS untuk menilai efektivitas program pengobatan massal. Survei ini bertujuan untuk menentukan apakah daerah tersebut siap untuk melanjutkan ke tahap eliminasi, yang diikuti oleh BIS untuk memastikan bahwa prevalensi mikrofilaria sudah turun ke tingkat yang dapat diterima. Komitmen Sulawesi Tengah dalam Mengeliminasi Filariasis Upaya eliminasi filariasis di Sulawesi Tengah terus berjalan dengan menggunakan metode survei yang disesuaikan dengan kondisi epidemiologi masing-masing kabupaten. Selasa, 14 Januari 2025, Humas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, melalui wawancara dengan pengelola program Dr. Lucky Rondonuwu dan dilaporkan oleh Sarce, SKM, sebagai pelaksana di lapangan, mengungkapkan bahwa upaya ini menunjukkan komitmen kuat dari pemerintah daerah dalam mengurangi beban penyakit filariasis, serta memastikan kesehatan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Dengan berlanjutnya program pengobatan massal dan survei berkala, Sulawesi Tengah berharap dapat mengurangi jumlah penderita filariasis secara signifikan dan menjadikan provinsi ini bebas dari penyakit kaki gajah. Sumber : dr. Lucky Rondonuwu, Pengelola Program Filariasis

Read article