Bidang pencegahan dan pengendalian penyakit

Penguatan Posbindu PTM: Upaya Strategis Cegah dan Kendalikan Penyakit Tidak Menular di Sulawesi Tengah

Palu, Juli 2025 – Peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, stroke, dan kanker kini menjadi tantangan serius dalam pembangunan kesehatan masyarakat. PTM tidak hanya menambah beban sistem kesehatan dan ekonomi, tetapi juga berdampak langsung terhadap meningkatnya angka kemiskinan. Data global mencatat bahwa dua dari tiga kematian setiap tahun disebabkan oleh PTM, dan sekitar 9 juta kematian terjadi pada usia di bawah 60 tahun. Ironisnya, 90% dari kematian akibat PTM terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, lebih dari 70% penderita PTM tidak menyadari kondisi kesehatannya, dan sekitar 30% tidak menjalani pengobatan secara rutin, yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan. Pengendalian PTM Melalui Posbindu Pengendalian PTM perlu dilakukan secara sistematis dengan pendekatan promotif dan preventif melalui pengurangan faktor risiko utama, yaitu: Kebiasaan merokok Kurangnya aktivitas fisik Pola makan tidak sehat Konsumsi alkohol Salah satu strategi yang terbukti efektif adalah dengan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) melalui pembentukan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM). Peran Strategis Posbindu PTM Posbindu PTM merupakan wadah partisipatif masyarakat dalam upaya deteksi dini dan pengendalian PTM melalui tiga pilar utama: Hingga tahun 2025, jumlah Posbindu PTM di Provinsi Sulawesi Tengah mencapai 1.831 unit. Ke depan, diharapkan seluruh kelurahan dan desa dapat menyelenggarakan kegiatan Posbindu, termasuk di fasilitas umum seperti hotel, apotek, pusat perbelanjaan, perkantoran, terminal, dan pelabuhan. 5M: Tujuan dan Manfaat Penyelenggaraan Posbindu PTM Posbindu PTM bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui pendekatan 5M, yaitu: Mengintegrasikan perilaku CERDIK dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat dapat menyadari dan mengendalikan faktor risiko PTM sejak dini. Kegiatan dilakukan oleh kader terlatih dan bertanggung jawab, serta dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Kegiatan dilaksanakan di lingkungan masyarakat dengan waktu yang disepakati. Diselenggarakan secara kolektif dengan biaya yang disesuaikan kemampuan masyarakat. Alur Layanan Posbindu PTM: Tahapan 5 Meja Pelaksanaan Posbindu PTM terdiri dari lima tahapan layanan: 1. Registrasi dan pencatatan ulang data sasaran. 2. Wawancara terkait riwayat kesehatan dan faktor risiko. 3. Pengukuran antropometri: tinggi badan, berat badan, lingkar perut. 4. Pemeriksaan faktor risiko PTM: tekanan darah, gula darah, kolesterol, APE, CBE, IVA, dan lain-lain sesuai kapasitas Posbindu. 5. Identifikasi, edukasi, dan tindak lanjut, termasuk rujukan ke fasilitas kesehatan. Semua hasil dicatat dan dilaporkan untuk mendukung sistem pemantauan yang tertata. Pelaksana dan Sasaran Kegiatan Kegiatan Posbindu PTM dilaksanakan oleh kader terlatih, berasal dari kelompok masyarakat, organisasi, atau tempat kerja yang berkomitmen menjalankan kegiatan Posbindu secara berkelanjutan. Sasaran utama adalah masyarakat sehat, individu dengan faktor risiko, dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas. Posbindu dapat dilaksanakan di lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, sekolah, rumah ibadah, serta dapat terintegrasi dengan kegiatan komunitas seperti karang taruna dan majelis taklim. Klasifikasi Posbindu PTM Posbindu dikelompokkan menjadi dua jenis: Posbindu Dasar: Pemeriksaan faktor risiko dasar (merokok, konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik, alkohol, IMT, tekanan darah, lingkar perut). Posbindu Utama: Pemeriksaan lanjutan (APE, gula darah sewaktu, kolesterol, trigliserida, CBE, IVA, tes alkohol darah, tes amfetamin urin, dan potensi cedera). Kemitraan sebagai Kunci Keberhasilan Kemitraan lintas sektor sangat penting dalam penguatan Posbindu PTM. Kolaborasi dengan Forum Desa/Kelurahan Siaga, sektor swasta (seperti klinik swasta), organisasi masyarakat, dan dunia usaha menjadi kunci dalam mendorong perluasan dan keberlanjutan kegiatan. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah mengajak seluruh lapisan masyarakat, pemerintah daerah, dan stakeholder terkait untuk bersama-sama memperkuat Posbindu PTM sebagai bagian dari transformasi layanan kesehatan promotif dan preventif demi mewujudkan masyarakat Sulawesi Tengah yang lebih sehat dan produktif. Penulis : Muhtadi, SKM., MH

Read article
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Siap Sukseskan BIAS 2025, Fokus Imunisasi Anak Sekolah

Palu, Juli 2025 – Dalam rangka pelaksanaan Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS) tahun 2025, Tim Humas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah melakukan wawancara bersama Ketua Tim Kerja Program Imunisasi, Ahsan, S.Kep., Ns., M.Kes, di ruang kerja  Surveilans dan Imunisasi. BIAS merupakan program nasional yang rutin dilaksanakan dua kali dalam setahun, yakni pada bulan Agustus dan November, dengan sasaran utama anak-anak usia sekolah dasar. Program ini bertujuan untuk memberikan perlindungan imunisasi lanjutan, khususnya terhadap penyakit tetanus, difteri, dan HPV (Human Papilloma Virus). Menurut Ahsan, imunisasi yang diberikan bervariasi tergantung pada jenjang kelas. “Untuk anak kelas 1 SD diberikan vaksin Campak-Rubela dan DT (Diphtheria-Tetanus), kelas 2 diberikan vaksin Td (Tetanus-diphtheria), sementara kelas 5 diberikan vaksin Td dan vaksin HPV bagi anak perempuan,” jelasnya. Ia menambahkan bahwa siswi kelas 6 yang belum mendapatkan vaksin HPV tahun sebelumnya juga dapat menjadi sasaran. Namun untuk saat ini, kelas 1 SMP belum menjadi target karena vaksin HPV baru mulai diberikan kepada kelas 5 sejak tahun lalu. Ahsan menambahkan bahwa pelaksanaan BIAS memerlukan persiapan matang dari seluruh jajaran, terutama dalam hal pendataan sasaran dan distribusi vaksin. “Kami berharap Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat melakukan monitoring dan memastikan pendataan jumlah sasaran di seluruh sekolah wilayah kerja masing-masing. Ini penting agar logistik vaksin dapat disiapkan sesuai kebutuhan, sehingga pelaksanaan di lapangan berjalan lancar dan tidak ada kekurangan stok vaksin,” tegasnya. Distribusi vaksin dilakukan oleh Bidang Farmasi Dinkes Provinsi Sulawesi Tengah melalui sistem dropping ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selanjutnya, vaksin disalurkan ke Puskesmas sesuai wilayah kerjanya. Pengambilan vaksin dapat dilakukan langsung oleh Kabupaten/Kota apabila memiliki anggaran operasional. Bila tidak, maka pengiriman dilakukan melalui ekspedisi yang dikoordinasikan oleh provinsi. Dalam pelaksanaannya, program ini juga melibatkan tenaga pendidikan seperti guru sebagai pendamping di sekolah. Hal ini dikarenakan tidak semua orang tua siswa dapat hadir saat pelaksanaan imunisasi. Guru berperan dalam mendampingi serta membantu mengarahkan petugas kesehatan kepada anak-anak yang menjadi sasaran imunisasi. “Selain itu, edukasi kesehatan juga dilakukan oleh promkes secara terpadu, misalnya mengenai PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat),” tambahnya. Untuk sistem pelaporan, pelaksanaan imunisasi BIAS wajib dilaporkan melalui aplikasi ASIK (Aplikasi Sehat Indonesia). Namun demikian, laporan manual juga tetap dilakukan sebagai cadangan dan pembanding, terutama bila terdapat kendala jaringan atau perbedaan antara data estimasi dengan data riil sasaran. “Data manual menjadi argumen pendukung bila cakupan yang dicapai berbeda di aplikasi. Yang penting adalah bahwa semua anak sasaran telah menerima imunisasi,” ujar Ahsan. Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa imunisasi ini penting tidak hanya bagi individu, namun juga untuk menciptakan kekebalan kelompok (herd immunity). “Imunisasi lanjutan seperti TD dan DPT sangat penting karena berfungsi sebagai booster untuk mempertahankan kekebalan tubuh anak dari penyakit menular seperti difteri. Masih ada kasus difteri karena ada anak-anak yang belum terlindungi,” jelasnya. Di akhir wawancara, Ahsan menyampaikan harapannya agar para orang tua mendukung penuh program imunisasi ini. “Imunisasi ini bukan hanya untuk keberhasilan program, tetapi untuk kesehatan anak-anak kita agar terlindungi dari penyakit berbahaya. Mari bersama kita sukseskan BIAS 2025,” tutupnya. Sumber Informasi: Ahsan, S.Kep., Ns., M.Kes. (Ketua Tim Kerja Program Surveilans dan Imunisasi)Pewawancara: Hamdi, SKM., M.Kes. (Tim Humas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah)

Read article
wawancara Tim Humas dengan Pengelola Program Diare Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, Mariam, SKM
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Perkuat Strategi Pengendalian Penyakit Diare

Palu, 3 Juli 2025 — Dalam rangka menekan angka kesakitan akibat diare, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah terus memperkuat strategi pengendalian penyakit diare melalui pendekatan terpadu lintas program dan lintas sektor. Program ini dilaksanakan dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, pemerintah daerah, serta berbagai pihak terkait, guna menciptakan sistem penanggulangan yang efektif, efisien, dan berkelanjutan. Berdasarkan hasil wawancara Tim Humas dengan Pengelola Program Diare Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, Mariam, SKM, yang dilaksanakan pada 3 Juli 2025 di ruang Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, terungkap bahwa pelaksanaan program pengendalian penyakit diare di lapangan menghadapi berbagai tantangan. Situasi Terkini dan Tantangan di Lapangan Di beberapa wilayah dengan beban kasus yang tinggi, sebagian besar kasus diare belum terlaporkan dalam aplikasi pelaporan SIHEPI karena keterbatasan sumber daya manusia dan sarana prasarana. Beberapa puskesmas masih mengandalkan satu unit komputer yang digunakan bersama oleh berbagai program, serta pengelola yang belum memiliki perangkat kerja pribadi seperti laptop. “Pihak kami telah berkoordinasi dengan dinas kesehatan kabupaten terkait. Mereka mengakui kendala terbesar adalah keterbatasan fasilitas penginputan data dan minimnya tenaga di lapangan,” ujar Mariam. Menanggapi kendala tersebut, salah satu terobosan di era efisiensi yang diinisiasi Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular “dr. Moh Ikbal, yakni on the job training via Zoom bagi petugas puskesmas yang belum paham menggunakan aplikasi SIHEPI. Link Zoom disediakan oleh Seksi Penyakit Menular sebagai bentuk dukungan teknis agar pelaporan dapat dilakukan secara real-time dan akurat. Selain itu, pada tahun 2024 telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) diare di Kabupaten Buol dan Kabupaten Donggala. Berdasarkan standar, dalam 100 kunjungan pasien tidak boleh ada satu pun kasus kematian; jika terjadi, maka dapat dinyatakan sebagai KLB. Tim epidemiologi pun telah melakukan penyelidikan lapangan untuk mengidentifikasi penyebab dan memastikan diagnosa utama, terutama pada kelompok balita yang rentan. Mariam juga menyampaikan bahwa sistem pelaporan kini telah menggunakan aplikasi SIHEPI. Namun, kendala utama lainnya adalah terbatasnya ketersediaan logistik obat, rotasi pengelola program di puskesmas, dan perubahan format pelaporan prevalensi di aplikasi SIHEPI yang belum sepenuhnya dipahami oleh petugas lapangan. Kebijakan dan Strategi Pengendalian Penyakit Diare Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menetapkan sejumlah kebijakan strategis dalam pengendalian penyakit diare, antara lain: Strategi yang diimplementasikan meliputi peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pengembangan Sistem Kewaspadaan Dini (SKD), peningkatan akses dan kualitas layanan kesehatan, serta penguatan kapasitas tenaga kesehatan melalui pelatihan dan tatalaksana standar. Kegiatan Prioritas Program Pengendalian Penyakit Diare Dinas Kesehatan juga telah merancang serangkaian kegiatan, antara lain: Melalui kebijakan dan strategi tersebut, diharapkan pengendalian penyakit diare di Provinsi Sulawesi Tengah dapat berjalan lebih optimal dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat, terutama kelompok yang paling rentan. Sumber Berita : Pengelola Program Diare “Mariam, SKM

Read article
Eliminasi Malaria di Sulteng Masih Hadapi Tantangan: Pemprov Terus Lakukan Percepatan

Palu, 2 Juli 2025 — Humas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah melakukan wawancara bersama Pengelola Program Malaria, Riyal, SKM, dari Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular. Dalam wawancara tersebut, ia memaparkan bahwa malaria masih menjadi tantangan kesehatan yang serius di Sulawesi Tengah. Dari 13 kabupaten/kota di Sulawesi Tengah, saat ini 8 daerah telah dinyatakan mencapai status eliminasi malaria. Namun, sayangnya masih ditemukan kasus-kasus penularan lokal (indegenius) di beberapa wilayah yang sudah eliminasi, seperti Kabupaten Banggai, Parigi Moutong, dan Poso. Padahal, syarat utama untuk mempertahankan sertifikat eliminasi adalah tidak adanya penularan lokal selama tiga tahun berturut-turut. “Jika kasus indegenius terus ditemukan, dikhawatirkan sertifikat eliminasi dari Kementerian Kesehatan dapat dicabut,” tegas Riyal. Ia menjelaskan, kasus-kasus penularan lokal yang masih terjadi kebanyakan ditemukan di wilayah populasi khusus seperti daerah terpencil dan perbukitan, yang masyarakatnya kerap berpindah-pindah. Hal ini menyulitkan petugas kesehatan dalam melakukan pelacakan dan pengobatan. Beberapa contoh wilayah dengan tantangan tersebut antara lain Banggai, Tojo Unauna, dan Morowali Utara. Sebagai bentuk intervensi, Dinas Kesehatan telah melatih kader malaria yang sesuai dengan Permenkes No. 41 Tahun 2018. Para kader ini diberikan kewenangan untuk melakukan pemeriksaan RDT dan pemberian obat malaria di wilayah yang sulit dijangkau, dengan pengawasan petugas kesehatan. Lima kabupaten yang belum mencapai eliminasi — Banggai Kepulauan, Donggala, Tojo Unauna, Morowali, dan Morowali Utara — terus didorong untuk melakukan percepatan eliminasi. Khusus Kabupaten Banggai Kepulauan, saat ini tengah dipersiapkan untuk dinilai oleh tim eliminasi pusat pada tahun 2026, karena telah memenuhi indikator eliminasi selama tujuh tahun berturut-turut. Namun, kabupaten lainnya masih terkendala dengan temuan kasus penularan lokal yang cukup tinggi. Riyal juga menyoroti tingginya mobilisasi penduduk, terutama di daerah pertambangan seperti Morowali dan Morowali Utara, yang menjadi magnet bagi pekerja dari wilayah endemis seperti Papua, NTT, Kalimantan, dan Maluku Utara. “Pekerja sering tiba di waktu-waktu yang sulit dipantau, seperti malam atau subuh. Sayangnya, kesadaran untuk melakukan skrining kesehatan, termasuk malaria, masih sangat kurang,” tambahnya. Upaya penanggulangan terus dilakukan, antara lain distribusi kelambu untuk daerah terpencil, pengobatan standar, serta pelatihan petugas mikroskopis malaria dengan dukungan dana DAK dari pemerintah pusat. Pelatihan tersebut telah dilaksanakan di Kabupaten Donggala dan Tojo Unauna. Namun, Riyal juga menyebutkan masih banyak tantangan di lapangan, seperti keterbatasan logistik dan alat penunjang, serta jumlah petugas yang masih belum ideal. Bahkan masih ditemukan petugas non-analis yang merangkap sebagai petugas laboratorium di puskesmas-puskesmas terpencil. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah berharap kabupaten/kota dapat meningkatkan surveilans migrasi serta memperkuat penyelidikan epidemiologi 1-2-5, yaitu: Pencatatan kasus dilakukan melalui aplikasi e-SISMAL, sementara logistik dicatat dalam aplikasi SMILE. “Dua harapan utama kami adalah tersedianya logistik yang memadai dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Kami juga berharap lima kabupaten yang belum eliminasi bisa tuntas selama masa jabatan Gubernur saat ini,” tutup Riyal. Dengan semangat kolaborasi antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota, serta dukungan dari masyarakat, upaya eliminasi malaria di Sulawesi Tengah diharapkan bisa tercapai secara menyeluruh. Sumber berita Pengelola Program Malaria: Moh. Riyal, SKM

Read article
Rapat Pembentukan TIM Percepatan Pengendalian Penyakit TBC
Gubernur Sulawesi Tengah membentuk Tim Percepatan Pengendalian Penyakit TBC dan Koalisi Organisasi Profesi Penanggulangan Tuberkulosis Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2024–2026

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Menurut Global Tuberculosis Report 2024, sebanyak 10,8 juta orang di seluruh dunia diperkirakan menderita TBC pada tahun 2023, dengan 1 juta di antaranya meninggal dunia. Secara global, India menyumbang 25,8% dari total kasus, diikuti oleh Indonesia dengan 10,1%, dan Cina sebesar 6,8%. Indonesia menempati posisi kedua dalam estimasi kasus 1.090.000 dengan kematian akibat TBC 125.000 kematian setiap tahun. Untuk mengatasi tantangan ini, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen melalui peta jalan eliminasi TBC sesuai dengan target global END TB Strategy yakni Insiden TBC turun 80 %  menjadi 65 per 100 ribu penduduk dengan kematian turun menjadi 6 per 100 ribu. Untuk mencapai eliminasi TBC tahun 2030 diperlukan pencapaian indikator  penemuan kasus  (Treatment Coverage)  > 90 % , Angka Keberhasilan Pengobatan (Sucses Rate) > 90 %) dan Terapi Pencegahan Tuberkulosis > 80 %. Provinsi Sulawesi Tengah memiiki Insiden kasus TBC  dengan estimasi 11.941 tahun 2023 dan 10.084 tahun 2024.  Pencapaian indikator program  TBC tahun 2024 belum  mencapai target nasional antara lain : Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah untuk peningkatan koordinasi percepatan Penanggulangan TBC adalah dengan Membentuk Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis (TP2TBC) Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah dan Koalisi Organisasi Profesi Penanggulangan Tuberkulosis Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2024-2026. Diharapkan peran serta lintas sektor dan semua pihak dalam Penanggulangan TBC dapat mewujudkan Eliminasi TBC tahun 2030.  TIM PERCEPATAN  PENGENDALIAN PENYAKIT TBC TP2TBC dibentuk untuk mempercepat upaya eliminasi tuberkulosis (TBC) sesuai dengan target nasional yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021, yaitu menurunkan insiden TBC hingga 65 per 100.000 penduduk pada tahun 2030. TP2TBC terdiri dari unsur Perangkat daerah terkait, Instansi Pemerintah Vertikal (Kanwil Kementerian Hukum dan Ham), BPJS Kesehatan, Unsur Organisasi Profesi Wilayah Sulawesi Tengah;Unsur Asosiasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Wilayah Sulawesi Tengah; Mitra Penanggulangan Tuberkulosis Sulawesi Tengah sebagaimana tercantum dalam Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 400.7.8.1/08.2/DINKES-g.st/2025 Tujuan utama pembentukan tim ini adalah: Tim ini juga bertujuan mendukung implementasi strategi nasional seperti kampanye TOSS TBC (Temukan, Obati, Sampai Sembuh) untuk menghentikan penularan TBC di masyarakat. Dengan struktur pentahelix dan hierarki geografis, TP2TBC memastikan kinerja yang terkoordinasi dari tingkat provinsi hingga komunitas lokal. untuk meningkatkan penemuan dan keberhasilan penanggulangan TBC pada masyarakat Sulawesi Tengah dalam mencapai Eliminasi TBC, perlu keterlibatan praktisi agar semua anggota profesi melaksanakan tatalaksana TBC sesuai dengan standar dan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis dalam strategi ke 5 tentang pelibatan peran serta komunitas, mitra dan multi sektor lainnya dalam Eliminasi TBC, berdasarkan pertimbangan tersebut diatas Gubernur Sulawesi Tengah Menetapkan Keputusan Nomor: 400.7.1/08.3/DINKES-G.ST/2025 tentang Koalisi Organisasi Profesi Penanggulangan Tuberkulosis Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2024-2026 Tim Koalisi Organisasi Profesi Tuberkulosis (KOPI TB) Provinsi Sulawesi Tengah mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut : Sebagai advokator terkait kebijakan P2TBC kepada pemangku kepentingan terkait.

Read article
Schistosomiasis di Sulawesi Tengah: Epidemiologi, Penularan, dan Intervensi 2019–2024

Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma. Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit schistosoma, yaitu sejenis parasit berbentuk cacing pipih yang menghuni pembuluh darah usus atau kandung empedu orang yang dijangkiti. Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan endemik di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Lebah Napu, Besoa dan Bada Kabupaten Poso dan Lindu Kabupaten Sigi. Gejala Schistosomiasis Schistosomes pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa terjadi (gatal perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing pita dewasa mulai meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak nyaman yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi. Batang getah bening bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut demam katayama. Gejala-gejala lain bergantung pada organ-organ yang terkena: Cara Penularan Schistosomiasis adalah penyakit  menular; penularannya melalui air. Mula-mula Schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam bentuk cercaria yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit tersebut mengalami transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan berubah menjadi cacing. Selanjutnya cacing ini menembus jaringan bawah kulit dan memasuki pembuluh darah menyerbu jantung dan paru-paru untuk selanjutnya menuju hati. Di dalam hati orang yang dijangkiti, cacing-cacing tersebut menjadi dewasa dalam bentuk jantan dan betina. Pada tingkat ini, tiap cacing betina memasuki celah tubuh cacing jantan dan tinggal di dalam hati orang yang dijangkiti untuk selamanya. Pada akhirnya pasangan-pasangan cacing Schistosoma bersama-sama pindah ke tempat tujuan terakhir yakni pembuluh darah usus kecil yang merupakan tempat persembunyian bagi pasangan cacing Schistosoma sekaligus tempat bertelur. Upaya Pengendalian dan Penanggulangan Untuk upaya pencegahan dan pengendalian Schistosomiasis dilakukan 3 kegiatan survey untuk menanggulangi masalah schistosomiasis, antara lain : Berdasarkan survey pada tahun 2024 dinas kesehatan provinsi sulawesi tengah, telah dilakukan pemeriksaan tinja terhadap 17.120 orang (81,08%) dengan jumlah positif S. Japanicum sebanyak 81 orang. Pemeriksaan tinja dilakukan di Napu, besoa Kabupaten Poso dengan persentase penduduk yang mengumpulkan tinja 80,75 % terdapat 70 jiwa (0,56 %), yang positif. Wilayah Puskesmas lengkeka yang disurvey ada 6 desa yang berpartisipasi mengumpulkan tinja 81,08 % dari 2.490 target sasaran dengan hasil tidak ada yang positif, sedangkan untuk wilayah lindudengan 5 desa yang disurvei dengan persentase yang mengumpulkan tinja 82,24 % terdapat 11 orang (0,39%) yang positif 2. Survei keong Keong Oncomelania berperan penting dalam penularan schistosomiasis, perkembangan stadium larvanya mulai dari mirasidium sampai bentuk serkaria terjadi dalam keong tersebut. Survei keong yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan keong O. hupensis lindoensis sebagai hospes perantara S. Japonicum. Survei ini dilakukan oleh Tim Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah  terakhir kali pada tahun 2021. 3. Survei tikus Selain melakukan survei tinja dan survei keong, dilakukan juga survey tikus yang merupakan reservoir S. Japonicum.  Survei tikus dilakukan di sekitar focus keong O. hupensis lindoensis. Survei tikus bertujuan untuk mengetahui tingkat infestasi schistosomiasis pada tikus dan potensi penularan penyakit ini melalui tikus, karena tikus dapat menjadi reservoir atau reservoir sementara bagi cacing Schistosoma, yang merupakan penyebab schistosomiasis, terutama di daerah endemis schistosomiasis seperti Sulawesi Tengah. Kegiatan pengendalian penyakit schistosomiasis secara intensif telah dimulai sejak tahun 1982, yang pada awalnya dititik beratkan pada kegiatan penanganan terhadap manusia yakni pengobatan penduduk secara massal yang ditunjang dengan kegiatan penyuluhan, pengadaan sarana kesehatan lingkungan, pemeriksaan tinja penduduk, pemeriksaan keong penular dan tikus secara berkala dan rutin. Target pengendalian penyakit ini adalah menurunkan prevalensi sampai <1%. 4. Pengobatan Kegiatan pencegahan penyakit schistosomiasis secara intensif telah dimulai sejak tahun 1982, yang pada awalnya dititik beratkan pada kegiatan penanganan terhadap manusia yakni pengobatan penduduk secara massal yang ditunjang dengan kegiatan penyuluhan, pengadaan sarana kesehatan lingkungan, pemeriksaan tinja penduduk, pemeriksaan keong penular dan tikus secara berkala dan rutin. Target pengendalian penyakit ini adalah menurunkan prevalensi sampai <1%. Daftar Pustaka: Sumber Foto: Abd Rauf, SKM

Read article
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Gelar Rapat Koordinasi Virtual Kewaspadaan Terhadap Peningkatan Kasus COVID-19 dan Polio Palu, 30 Mei 2025

Menindaklanjuti Surat Edaran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Nomor SR.03.01/C/1422/2025 tentang Kewaspadaan terhadap Peningkatan Kasus COVID-19 dan Kewaspadaan Polio, Sesuai instruksi Bapak Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah dalam rangka mengantisipasi peningkatan kasus COVID-19 dan Kewaspadaan polio, melalui Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menggelar rapat koordinasi secara virtual (via Zoom) yang dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur Provinsi Sulawesi Tengah, pada Jumat, 30 Mei 2025 pukul 16.00 – 17.30 WITA. Rapat ini diikuti oleh seluruh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota se-Sulawesi Tengah, pejabat struktural Dinas Kesehatan Provinsi (Kabid P2P, Yankes, Farmalkes, Kesmas), Kepala UPTD Labkesda Provinsi, para Direktur Rumah Sakit rujukan di Kota Palu, Kepala KKP Palu dan Poso, perwakilan Labkesmas Labuan Kemenkes, UPT P2KT, serta mitra dari UNICEF. Dalam arahannya, Wakil Gubernur menyampaikan pentingnya kewaspadaan dan kesiapsiagaan seluruh jajaran kesehatan terhadap potensi lonjakan kasus COVID-19 yang kembali meningkat di sejumlah negara tetangga. Seluruh daerah diminta segera memperkuat langkah-langkah deteksi, respons, dan kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan. Hasil rapat koordinasi ini meliputi: Rapat ini menjadi langkah awal Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk memastikan kesiapan sistem kesehatan daerah dalam mengantisipasi dan menangani potensi lonjakan kasus, sekaligus memperkuat koordinasi lintas sektor. Dinas Kesehatan mengimbau masyarakat tetap waspada, menerapkan protokol kesehatan, dan mengikuti informasi resmi dari pemerintah. Untuk informasi lebih lanjut, hubungi:Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah

Read article
Dinkes Sulteng Susun Rancangan Pergub Pembentukan dan Operasional KPAP

Palu, 23 April 2025 – Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah melalui Tim Penyusun Rancangan Peraturan Gubernur melaksanakan rapat penyusunan program pembentukan Peraturan Gubernur tentang Pembentukan, Tugas, Tata Kerja, serta Pembiayaan Operasional Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi (KPAP). Kegiatan ini berlangsung di Ruang Rapat Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan dihadiri oleh unsur Jabfung Adminkes Sekretariat, Pengelola Program HIV/AIDS, serta perwakilan dari Komisi Penanggulangan AIDS Provinsi. Rapat ini merupakan bagian dari Program Pembentukan Peraturan Gubernur untuk periode Triwulan II Tahun 2025. Penyusunan rancangan ini merupakan tindak lanjut dari Peraturan Daerah Nomor 03 Tahun 2014 tentang Pengendalian Human Immunodeficiency Virus, Acquired Immunodeficiency Syndrome, dan Infeksi Menular Seksual. Pada Pasal 24 ayat (7) disebutkan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai pembentukan, tugas, tata kerja, serta pembiayaan operasional KPAP harus diatur melalui Peraturan Gubernur. Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) merupakan lembaga koordinatif yang berperan penting dalam upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tingkat daerah. KPA bekerja sama dengan berbagai pihak seperti pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, dan unsur masyarakat sipil. Secara umum, tugas KPAP meliputi: Dengan adanya rancangan Peraturan Gubernur ini, diharapkan keberadaan serta operasional KPAP di Provinsi Sulawesi Tengah memiliki dasar hukum yang kuat, sehingga program penanggulangan HIV/AIDS dapat berjalan lebih optimal dan terkoordinasi. Humas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah

Read article
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Terima Mahasiswa Magang dari Universitas Tadulako

Senin, 10 Februari 2025, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menerima empat mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, yang akan menjalani program magang selama empat bulan ke depan. Kedatangan para mahasiswa ini didampingi oleh Ibu Dyah Fitria Kartika Sari, S.I.Kom., M.I.Kom, selaku Dosen Pembimbing Lapangan. Acara penerimaan mahasiswa magang berlangsung di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Para mahasiswa bersama Dosen Pendamping Akademik diterima langsung oleh Moh. Nawir Dj. Lampa, SKM, yang menjabat sebagai Administrator Kesehatan Madya. Dalam kesempatan ini, beliau juga bertindak sebagai penanggung jawab sekaligus mentor bagi para mahasiswa selama menjalani magang. Dalam sambutannya, Moh. Nawir, memberikan penjelasan terkait peraturan-peraturan yang harus ditaati selama magang, serta pembagian bidang tempat magang yang akan berlangsung selama empat bulan. Para mahasiswa akan ditempatkan di dua bidang berbeda. Nuri Alviani (B50122008) dan Syahrini Putalan (B50122007) akan menjalani magang di Bidang Kesehatan Masyarakat, tepatnya di Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Sementara itu, Yazid Kurniawan (B50122024) dan Fanika (B50122056) akan ditempatkan di Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Seksi Penyakit Tidak Menular. Di Bidang Kesehatan Masyarakat, Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, mahasiswa diterima oleh tim yang akan menjadi pembimbing mereka selama magang. Sedangkan di Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Seksi Penyakit Tidak Menular, mahasiswa diterima oleh kepala bidang terkait. Diharapkan melalui program magang MBKM Mandiri ini, para mahasiswa dapat memperoleh pengalaman praktis yang berharga, mengembangkan keterampilan, serta memberikan kontribusi positif bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Program ini juga menjadi ajang bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu yang telah mereka pelajari di bangku perkuliahan ke dalam praktik kerja nyata. Sumber : Mahasiswa Magang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako Humas Dinkes Prov Sulteng

Read article
Rabies: Penyakit Mematikan yang Perlu Diwaspadai

Rabies: Penyakit Mematikan yang Perlu Diwaspadai Apa Itu Rabies ? Rabies adalah penyakit infeksi akut pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dari genus Lyssavirus. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies (HPR) terutama anjing (99%), kucing & kera. Rabies bersifat fatal apabila gejalanya sudah muncul, karena hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang efektif. Gejala utama rabies pada manusia meliputi: Rabies memiliki case fatality rate (CFR) 100%, yang berarti pasien yang sudah menunjukkan gejala pasti meninggal. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan dini menjadi kunci utama dalam pengendalian rabies. Kasus Rabies di Sulawesi Tengah Pada tahun 2024, jumlah kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) di Provinsi Sulawesi Tengah mencapai 4.470 kasus yang tersebar di 13 kabupaten/kota, Sejarah KLB Rabies di Sulawesi Tengah Tahun 2011: Kabupaten Poso mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies dengan 12 kasus kematian. Hingga kini, status KLB belum dicabut karena masih ada kasus kematian akibat rabies setiap tahunnya. Upaya Strategi Pencegahan dan Pengendalian Rabies 1. Tata Laksana Pertolongan Pertama yakni dengan pencucian luka 2. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) Vaksin diberikan berdasarkan kategori hewan yang menggigit: 3. Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) Serum Anti Rabies  diberikan jika ada indikasi luka resiko tinggi Fasilitas dan Kerjasama Lintas Sektor Penutup Rabies adalah penyakit yang dapat dicegah dengan kesadaran dan tindakan yang tepat. Masyarakat diharapkan selalu waspada terhadap potensi penularan rabies dengan tidak membiarkan hewan peliharaan berkeliaran bebas, rutin melakukan vaksinasi hewan, dan segera mencari pertolongan medis jika tergigit oleh hewan yang dicurigai terinfeksi rabies. Dengan langkah pencegahan yang baik dan kerjasama dari berbagai pihak, kita dapat mengurangi risiko rabies dan melindungi kesehatan masyarakat secara luas. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih aman dari ancaman rabies. Sumber : Pengelola Program Rabies, Yusmi Yusuf, SKM.

Read article