Artikel Kesehatan

Penguatan Posbindu PTM: Upaya Strategis Cegah dan Kendalikan Penyakit Tidak Menular di Sulawesi Tengah

Palu, Juli 2025 – Peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, stroke, dan kanker kini menjadi tantangan serius dalam pembangunan kesehatan masyarakat. PTM tidak hanya menambah beban sistem kesehatan dan ekonomi, tetapi juga berdampak langsung terhadap meningkatnya angka kemiskinan. Data global mencatat bahwa dua dari tiga kematian setiap tahun disebabkan oleh PTM, dan sekitar 9 juta kematian terjadi pada usia di bawah 60 tahun. Ironisnya, 90% dari kematian akibat PTM terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia. Di Indonesia sendiri, lebih dari 70% penderita PTM tidak menyadari kondisi kesehatannya, dan sekitar 30% tidak menjalani pengobatan secara rutin, yang mengakibatkan kerugian ekonomi yang signifikan. Pengendalian PTM Melalui Posbindu Pengendalian PTM perlu dilakukan secara sistematis dengan pendekatan promotif dan preventif melalui pengurangan faktor risiko utama, yaitu: Kebiasaan merokok Kurangnya aktivitas fisik Pola makan tidak sehat Konsumsi alkohol Salah satu strategi yang terbukti efektif adalah dengan Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) melalui pembentukan Pos Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular (Posbindu PTM). Peran Strategis Posbindu PTM Posbindu PTM merupakan wadah partisipatif masyarakat dalam upaya deteksi dini dan pengendalian PTM melalui tiga pilar utama: Hingga tahun 2025, jumlah Posbindu PTM di Provinsi Sulawesi Tengah mencapai 1.831 unit. Ke depan, diharapkan seluruh kelurahan dan desa dapat menyelenggarakan kegiatan Posbindu, termasuk di fasilitas umum seperti hotel, apotek, pusat perbelanjaan, perkantoran, terminal, dan pelabuhan. 5M: Tujuan dan Manfaat Penyelenggaraan Posbindu PTM Posbindu PTM bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat melalui pendekatan 5M, yaitu: Mengintegrasikan perilaku CERDIK dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat dapat menyadari dan mengendalikan faktor risiko PTM sejak dini. Kegiatan dilakukan oleh kader terlatih dan bertanggung jawab, serta dapat dipertanggungjawabkan secara medis. Kegiatan dilaksanakan di lingkungan masyarakat dengan waktu yang disepakati. Diselenggarakan secara kolektif dengan biaya yang disesuaikan kemampuan masyarakat. Alur Layanan Posbindu PTM: Tahapan 5 Meja Pelaksanaan Posbindu PTM terdiri dari lima tahapan layanan: 1. Registrasi dan pencatatan ulang data sasaran. 2. Wawancara terkait riwayat kesehatan dan faktor risiko. 3. Pengukuran antropometri: tinggi badan, berat badan, lingkar perut. 4. Pemeriksaan faktor risiko PTM: tekanan darah, gula darah, kolesterol, APE, CBE, IVA, dan lain-lain sesuai kapasitas Posbindu. 5. Identifikasi, edukasi, dan tindak lanjut, termasuk rujukan ke fasilitas kesehatan. Semua hasil dicatat dan dilaporkan untuk mendukung sistem pemantauan yang tertata. Pelaksana dan Sasaran Kegiatan Kegiatan Posbindu PTM dilaksanakan oleh kader terlatih, berasal dari kelompok masyarakat, organisasi, atau tempat kerja yang berkomitmen menjalankan kegiatan Posbindu secara berkelanjutan. Sasaran utama adalah masyarakat sehat, individu dengan faktor risiko, dan penyandang PTM berusia 15 tahun ke atas. Posbindu dapat dilaksanakan di lingkungan tempat tinggal, tempat kerja, sekolah, rumah ibadah, serta dapat terintegrasi dengan kegiatan komunitas seperti karang taruna dan majelis taklim. Klasifikasi Posbindu PTM Posbindu dikelompokkan menjadi dua jenis: Posbindu Dasar: Pemeriksaan faktor risiko dasar (merokok, konsumsi sayur dan buah, aktivitas fisik, alkohol, IMT, tekanan darah, lingkar perut). Posbindu Utama: Pemeriksaan lanjutan (APE, gula darah sewaktu, kolesterol, trigliserida, CBE, IVA, tes alkohol darah, tes amfetamin urin, dan potensi cedera). Kemitraan sebagai Kunci Keberhasilan Kemitraan lintas sektor sangat penting dalam penguatan Posbindu PTM. Kolaborasi dengan Forum Desa/Kelurahan Siaga, sektor swasta (seperti klinik swasta), organisasi masyarakat, dan dunia usaha menjadi kunci dalam mendorong perluasan dan keberlanjutan kegiatan. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah mengajak seluruh lapisan masyarakat, pemerintah daerah, dan stakeholder terkait untuk bersama-sama memperkuat Posbindu PTM sebagai bagian dari transformasi layanan kesehatan promotif dan preventif demi mewujudkan masyarakat Sulawesi Tengah yang lebih sehat dan produktif. Penulis : Muhtadi, SKM., MH

Read article
Rapat Pembentukan TIM Percepatan Pengendalian Penyakit TBC
Gubernur Sulawesi Tengah membentuk Tim Percepatan Pengendalian Penyakit TBC dan Koalisi Organisasi Profesi Penanggulangan Tuberkulosis Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2024–2026

Penyakit TBC dapat menyerang siapa saja (tua, muda, laki-laki, perempuan, miskin, atau kaya) dan dimana saja. Menurut Global Tuberculosis Report 2024, sebanyak 10,8 juta orang di seluruh dunia diperkirakan menderita TBC pada tahun 2023, dengan 1 juta di antaranya meninggal dunia. Secara global, India menyumbang 25,8% dari total kasus, diikuti oleh Indonesia dengan 10,1%, dan Cina sebesar 6,8%. Indonesia menempati posisi kedua dalam estimasi kasus 1.090.000 dengan kematian akibat TBC 125.000 kematian setiap tahun. Untuk mengatasi tantangan ini, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen melalui peta jalan eliminasi TBC sesuai dengan target global END TB Strategy yakni Insiden TBC turun 80 %  menjadi 65 per 100 ribu penduduk dengan kematian turun menjadi 6 per 100 ribu. Untuk mencapai eliminasi TBC tahun 2030 diperlukan pencapaian indikator  penemuan kasus  (Treatment Coverage)  > 90 % , Angka Keberhasilan Pengobatan (Sucses Rate) > 90 %) dan Terapi Pencegahan Tuberkulosis > 80 %. Provinsi Sulawesi Tengah memiiki Insiden kasus TBC  dengan estimasi 11.941 tahun 2023 dan 10.084 tahun 2024.  Pencapaian indikator program  TBC tahun 2024 belum  mencapai target nasional antara lain : Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tengah untuk peningkatan koordinasi percepatan Penanggulangan TBC adalah dengan Membentuk Tim Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis (TP2TBC) Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah dan Koalisi Organisasi Profesi Penanggulangan Tuberkulosis Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2024-2026. Diharapkan peran serta lintas sektor dan semua pihak dalam Penanggulangan TBC dapat mewujudkan Eliminasi TBC tahun 2030.  TIM PERCEPATAN  PENGENDALIAN PENYAKIT TBC TP2TBC dibentuk untuk mempercepat upaya eliminasi tuberkulosis (TBC) sesuai dengan target nasional yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021, yaitu menurunkan insiden TBC hingga 65 per 100.000 penduduk pada tahun 2030. TP2TBC terdiri dari unsur Perangkat daerah terkait, Instansi Pemerintah Vertikal (Kanwil Kementerian Hukum dan Ham), BPJS Kesehatan, Unsur Organisasi Profesi Wilayah Sulawesi Tengah;Unsur Asosiasi Fasilitas Pelayanan Kesehatan Wilayah Sulawesi Tengah; Mitra Penanggulangan Tuberkulosis Sulawesi Tengah sebagaimana tercantum dalam Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 400.7.8.1/08.2/DINKES-g.st/2025 Tujuan utama pembentukan tim ini adalah: Tim ini juga bertujuan mendukung implementasi strategi nasional seperti kampanye TOSS TBC (Temukan, Obati, Sampai Sembuh) untuk menghentikan penularan TBC di masyarakat. Dengan struktur pentahelix dan hierarki geografis, TP2TBC memastikan kinerja yang terkoordinasi dari tingkat provinsi hingga komunitas lokal. untuk meningkatkan penemuan dan keberhasilan penanggulangan TBC pada masyarakat Sulawesi Tengah dalam mencapai Eliminasi TBC, perlu keterlibatan praktisi agar semua anggota profesi melaksanakan tatalaksana TBC sesuai dengan standar dan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis dalam strategi ke 5 tentang pelibatan peran serta komunitas, mitra dan multi sektor lainnya dalam Eliminasi TBC, berdasarkan pertimbangan tersebut diatas Gubernur Sulawesi Tengah Menetapkan Keputusan Nomor: 400.7.1/08.3/DINKES-G.ST/2025 tentang Koalisi Organisasi Profesi Penanggulangan Tuberkulosis Tingkat Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2024-2026 Tim Koalisi Organisasi Profesi Tuberkulosis (KOPI TB) Provinsi Sulawesi Tengah mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut : Sebagai advokator terkait kebijakan P2TBC kepada pemangku kepentingan terkait.

Read article
Schistosomiasis di Sulawesi Tengah: Epidemiologi, Penularan, dan Intervensi 2019–2024

Schistosomiasis atau disebut juga demam keong merupakan penyakit parasitik yang disebabkan oleh infeksi cacing yang tergolong dalam genus Schistosoma. Schistosomiasis (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit schistosoma, yaitu sejenis parasit berbentuk cacing pipih yang menghuni pembuluh darah usus atau kandung empedu orang yang dijangkiti. Di Indonesia, schistosomiasis disebabkan oleh Schistosoma japonicum ditemukan endemik di dua daerah di Sulawesi Tengah, yaitu di Lebah Napu, Besoa dan Bada Kabupaten Poso dan Lindu Kabupaten Sigi. Gejala Schistosomiasis Schistosomes pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa terjadi (gatal perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing pita dewasa mulai meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak nyaman yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi. Batang getah bening bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut demam katayama. Gejala-gejala lain bergantung pada organ-organ yang terkena: Cara Penularan Schistosomiasis adalah penyakit  menular; penularannya melalui air. Mula-mula Schistosomiasis menjangkiti orang melalui kulit dalam bentuk cercaria yang mempunyai ekor berbentuk seperti kulit manusia, parasit tersebut mengalami transformasi yaitu dengan cara membuang ekornya dan berubah menjadi cacing. Selanjutnya cacing ini menembus jaringan bawah kulit dan memasuki pembuluh darah menyerbu jantung dan paru-paru untuk selanjutnya menuju hati. Di dalam hati orang yang dijangkiti, cacing-cacing tersebut menjadi dewasa dalam bentuk jantan dan betina. Pada tingkat ini, tiap cacing betina memasuki celah tubuh cacing jantan dan tinggal di dalam hati orang yang dijangkiti untuk selamanya. Pada akhirnya pasangan-pasangan cacing Schistosoma bersama-sama pindah ke tempat tujuan terakhir yakni pembuluh darah usus kecil yang merupakan tempat persembunyian bagi pasangan cacing Schistosoma sekaligus tempat bertelur. Upaya Pengendalian dan Penanggulangan Untuk upaya pencegahan dan pengendalian Schistosomiasis dilakukan 3 kegiatan survey untuk menanggulangi masalah schistosomiasis, antara lain : Berdasarkan survey pada tahun 2024 dinas kesehatan provinsi sulawesi tengah, telah dilakukan pemeriksaan tinja terhadap 17.120 orang (81,08%) dengan jumlah positif S. Japanicum sebanyak 81 orang. Pemeriksaan tinja dilakukan di Napu, besoa Kabupaten Poso dengan persentase penduduk yang mengumpulkan tinja 80,75 % terdapat 70 jiwa (0,56 %), yang positif. Wilayah Puskesmas lengkeka yang disurvey ada 6 desa yang berpartisipasi mengumpulkan tinja 81,08 % dari 2.490 target sasaran dengan hasil tidak ada yang positif, sedangkan untuk wilayah lindudengan 5 desa yang disurvei dengan persentase yang mengumpulkan tinja 82,24 % terdapat 11 orang (0,39%) yang positif 2. Survei keong Keong Oncomelania berperan penting dalam penularan schistosomiasis, perkembangan stadium larvanya mulai dari mirasidium sampai bentuk serkaria terjadi dalam keong tersebut. Survei keong yang dilakukan untuk mengetahui keberadaan keong O. hupensis lindoensis sebagai hospes perantara S. Japonicum. Survei ini dilakukan oleh Tim Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah  terakhir kali pada tahun 2021. 3. Survei tikus Selain melakukan survei tinja dan survei keong, dilakukan juga survey tikus yang merupakan reservoir S. Japonicum.  Survei tikus dilakukan di sekitar focus keong O. hupensis lindoensis. Survei tikus bertujuan untuk mengetahui tingkat infestasi schistosomiasis pada tikus dan potensi penularan penyakit ini melalui tikus, karena tikus dapat menjadi reservoir atau reservoir sementara bagi cacing Schistosoma, yang merupakan penyebab schistosomiasis, terutama di daerah endemis schistosomiasis seperti Sulawesi Tengah. Kegiatan pengendalian penyakit schistosomiasis secara intensif telah dimulai sejak tahun 1982, yang pada awalnya dititik beratkan pada kegiatan penanganan terhadap manusia yakni pengobatan penduduk secara massal yang ditunjang dengan kegiatan penyuluhan, pengadaan sarana kesehatan lingkungan, pemeriksaan tinja penduduk, pemeriksaan keong penular dan tikus secara berkala dan rutin. Target pengendalian penyakit ini adalah menurunkan prevalensi sampai <1%. 4. Pengobatan Kegiatan pencegahan penyakit schistosomiasis secara intensif telah dimulai sejak tahun 1982, yang pada awalnya dititik beratkan pada kegiatan penanganan terhadap manusia yakni pengobatan penduduk secara massal yang ditunjang dengan kegiatan penyuluhan, pengadaan sarana kesehatan lingkungan, pemeriksaan tinja penduduk, pemeriksaan keong penular dan tikus secara berkala dan rutin. Target pengendalian penyakit ini adalah menurunkan prevalensi sampai <1%. Daftar Pustaka: Sumber Foto: Abd Rauf, SKM

Read article
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Terima Mahasiswa Magang dari Universitas Tadulako

Senin, 10 Februari 2025, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menerima empat mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako, yang akan menjalani program magang selama empat bulan ke depan. Kedatangan para mahasiswa ini didampingi oleh Ibu Dyah Fitria Kartika Sari, S.I.Kom., M.I.Kom, selaku Dosen Pembimbing Lapangan. Acara penerimaan mahasiswa magang berlangsung di Kantor Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Para mahasiswa bersama Dosen Pendamping Akademik diterima langsung oleh Moh. Nawir Dj. Lampa, SKM, yang menjabat sebagai Administrator Kesehatan Madya. Dalam kesempatan ini, beliau juga bertindak sebagai penanggung jawab sekaligus mentor bagi para mahasiswa selama menjalani magang. Dalam sambutannya, Moh. Nawir, memberikan penjelasan terkait peraturan-peraturan yang harus ditaati selama magang, serta pembagian bidang tempat magang yang akan berlangsung selama empat bulan. Para mahasiswa akan ditempatkan di dua bidang berbeda. Nuri Alviani (B50122008) dan Syahrini Putalan (B50122007) akan menjalani magang di Bidang Kesehatan Masyarakat, tepatnya di Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat. Sementara itu, Yazid Kurniawan (B50122024) dan Fanika (B50122056) akan ditempatkan di Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Seksi Penyakit Tidak Menular. Di Bidang Kesehatan Masyarakat, Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat, mahasiswa diterima oleh tim yang akan menjadi pembimbing mereka selama magang. Sedangkan di Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Seksi Penyakit Tidak Menular, mahasiswa diterima oleh kepala bidang terkait. Diharapkan melalui program magang MBKM Mandiri ini, para mahasiswa dapat memperoleh pengalaman praktis yang berharga, mengembangkan keterampilan, serta memberikan kontribusi positif bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Program ini juga menjadi ajang bagi mahasiswa untuk menerapkan ilmu yang telah mereka pelajari di bangku perkuliahan ke dalam praktik kerja nyata. Sumber : Mahasiswa Magang Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Tadulako Humas Dinkes Prov Sulteng

Read article
Rabies: Penyakit Mematikan yang Perlu Diwaspadai

Rabies: Penyakit Mematikan yang Perlu Diwaspadai Apa Itu Rabies ? Rabies adalah penyakit infeksi akut pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dari genus Lyssavirus. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies (HPR) terutama anjing (99%), kucing & kera. Rabies bersifat fatal apabila gejalanya sudah muncul, karena hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang efektif. Gejala utama rabies pada manusia meliputi: Rabies memiliki case fatality rate (CFR) 100%, yang berarti pasien yang sudah menunjukkan gejala pasti meninggal. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan dini menjadi kunci utama dalam pengendalian rabies. Kasus Rabies di Sulawesi Tengah Pada tahun 2024, jumlah kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) di Provinsi Sulawesi Tengah mencapai 4.470 kasus yang tersebar di 13 kabupaten/kota, Sejarah KLB Rabies di Sulawesi Tengah Tahun 2011: Kabupaten Poso mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies dengan 12 kasus kematian. Hingga kini, status KLB belum dicabut karena masih ada kasus kematian akibat rabies setiap tahunnya. Upaya Strategi Pencegahan dan Pengendalian Rabies 1. Tata Laksana Pertolongan Pertama yakni dengan pencucian luka 2. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) Vaksin diberikan berdasarkan kategori hewan yang menggigit: 3. Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) Serum Anti Rabies  diberikan jika ada indikasi luka resiko tinggi Fasilitas dan Kerjasama Lintas Sektor Penutup Rabies adalah penyakit yang dapat dicegah dengan kesadaran dan tindakan yang tepat. Masyarakat diharapkan selalu waspada terhadap potensi penularan rabies dengan tidak membiarkan hewan peliharaan berkeliaran bebas, rutin melakukan vaksinasi hewan, dan segera mencari pertolongan medis jika tergigit oleh hewan yang dicurigai terinfeksi rabies. Dengan langkah pencegahan yang baik dan kerjasama dari berbagai pihak, kita dapat mengurangi risiko rabies dan melindungi kesehatan masyarakat secara luas. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih aman dari ancaman rabies. Sumber : Pengelola Program Rabies, Yusmi Yusuf, SKM.

Read article
Eradikasi Frambusia: Upaya Menghilangkan Penyakit Secara Permanen

Apa Itu Frambusia? Eradikasi frambusia merupakan upaya pembasmian berkelanjutan untuk menghilangkan frambusia secara permanen sehingga tidak menjadi masalah kesehatan. Frambusia itu sendiri adalah penyakit infeksi jangka panjang (kronis), disebabkan oleh sejenis bakteri (Treponema pallidum sp. Pertenue) yang paling sering mengenai kulit, tulang, dan sendi. Adapun faktor risikonya antara lain kesehatan lingkungan yang buruk dan kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Langkah Eradikasi Frambusia di Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah di tahun 2024 menjadi langkah awal untuk eradikasi frambusia, sesuai tahapan penilaian eradikasi frambusia yang diawali dengan membentuk Tim Penilai Eradikasi Provinsi. Penilaian eradikasi oleh tim provinsi menghasilkan kategori nilai baik dan berdasarkan surat Kepala Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Sigi dan Kota Palu direkomendasikan untuk mendapatkan sertifikat bebas frambusia kepada Tim Penilaiai Bebas Frambusia Kementerian Kesehatan RI. Penilaian eradikasi frambusia oleh Tim Eradikasi Kementerian Kesehatan RI Provinsi Sulawesi Tengah dilaksanakan pada tanggal 28 – 31 Oktober 2024 untuk Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Berdasarkan surat Dirjen P2P Kemkes RI tanggal 31 Desember 2024 dinyatakan lulus dan kedua daerah tersebut dapat di rekomendasikan untuk memperoleh sertifikat eradikasi frambusia. Kota Palu dan Kabupaten Sigi telah melewati bebarapa tahapan untuk memperoleh hasil tersebut. Pertama kabupaten/kota telah membuktikan bahwa tidak ditemukan kasus frambusia baru berdasarkan surveilans berkinerja baik, yang kedua rekomendasi provinsi setelah melakukan sertifikasi frambusia, yang ketiga ‘assessment time’ sertifikasi pusat yang terdiri dari tiga kelompok kerja, yaitu dari NTDs, Perdoski, dan PAEI Pusat sehingga menghasilkan pertimbangan kabupaten/kota bebas frambusia Komitmen dan Harapan ke Depan Keberhasilan kota Palu dan kabupaten Sigi dalam mengantarkan daerahnya masing- masing, tidak lepas dari komitmen pemerintah dan peran serta masyarakatnya dalam mencapai eradikasi frambusia tersebut. Dinas Kesehatan Provinsi berharap pada daerah lainnya bisa mencontoh daerah yang telah sukses eradikasi frambusia. Sesuai komitmen pemerintah Republik Indonesia dan World Health Organization, diharapkan Indonesia sudah mencapai eradikasi frambusia tahun 2030. Pesan untuk Petugas dan Masyarakat Meskipun telah memperoleh sertifikat bebas frambusia, pemantauan dan pelaporan bulanan tetap harus dilakukan untuk memastikan tidak ada kasus baru yang muncul. Selain itu, masyarakat diimbau untuk terus menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai langkah utama dalam mencegah frambusia serta penyakit menular lainnya. Dengan kesadaran dan kolaborasi bersama, eradikasi frambusia di Indonesia dapat terwujud secara menyeluruh. Mari Bersama Wujudkan Indonesia Bebas Frambusia Keberhasilan eradikasi frambusia tidak hanya bergantung pada upaya pemerintah, tetapi juga pada peran aktif seluruh masyarakat. Dengan menjaga kebersihan lingkungan, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta melaporkan jika ada dugaan kasus frambusia di sekitar kita, kita turut berkontribusi dalam menciptakan generasi yang lebih sehat. Mari kita jadikan Sulawesi Tengah sebagai contoh sukses dalam upaya menghilangkan frambusia, dan bersama-sama wujudkan Indonesia yang bebas dari penyakit ini. Dengan kerja sama dan kepedulian, kita bisa mencapai masa depan yang lebih sehat bagi semua. Penulis : Rosalina dan TIM

Read article
Optimalisasi Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi: Dari Perencanaan hingga Distribusi

Pengelolaan obat di Instalasi Farmasi merupakan salah satu aspek penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Proses ini mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat-obatan ke berbagai unit pelayanan kesehatan. Dalam pengelolaan ini, diperlukan koordinasi antara berbagai pihak untuk memastikan ketersediaan obat sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Perencanaan dan Pengadaan Obat Perencanaan pengadaan obat di Instalasi Farmasi dilakukan melalui tiga sumber utama: Sebagian besar obat yang tersedia di Instalasi Farmasi berasal dari dropping pusat, yaitu sekitar 80-90% dari total persediaan. Perencanaan obat dilakukan melalui aplikasi e-monev obat  yang terbagi dalam dua jenis perencanaan : 1. Perencanaan obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), disusun menggunakan metode konsumsi berdasarkan penggunaan obat periode sebelumnya. 2.  Perencanaan obat Program, disusun menggunakan metode konsumsi dan metode morbiditas (pola penyakit). Penyusunan perencanaan obat program melibatkan pengelola program yang terdiri dari : Pengelola program bertanggung jawab dalam menghitung jumlah sasaran. sedangkan Instalasi Farmasi menghitung proyeksi sisa stok akhir tahun sehingga diperoleh jumlah kebutuhan obat. Proses penyusunan  perencanaan kebutuhan obat : Penerimaan dan Penyimpanan Obat Dalam rangka Penerimaan Logistik Perbekalan Farmasi Instalasi Farmasi Memastikan bahwa Perbekalan farmasi yang diterima terjamin mutu, khasiat dan keamanannya. Proses penerimaan juga secara administrasi lengkap dan legalitas terjamin.  Obat yang diperoleh melalui pengadaan sendiri diterima langsung dari distributor farmasi, sementara obat dropping dari pusat diterima melalui ekspedisi yang bekerja sama dengan pusat. Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan sumber anggaran, bentuk sediaan ( Tablet, syrup, Injeksi, BMHP, dan Alat kesehatan ) dan golongan obat (obat program, PKD, psikotropika dan narkotika) Distribusi Obat dan Vaksin Untuk memastikan kualitas obat tetap terjaga, Instalasi Farmasi menerapkan sistem First In, First Out (FIFO) dan First Expire, First Out (FEFO), di mana obat yang pertama kali masuk harus dikeluarkan terlebih dahulu sesuai dengan masa kedaluwarsanya. Distribusi obat dan vaksin diatur melalui dua metode utama: Untuk ketersediaan vaksin, terdapat ketentuan mengenai batas penyimpanan maksimum dan minimum dengan skala masing – masing untuk menjaga ketersediaan vaksin pada batas minimum sehingga tidak terjadi kekosongan dan batas pada maksimum tidak terjadi resiko penumpukan yang berakibat pada kerusakan vaksin : Pelaksanaan Distribusi Perbekalan farmasi  saat ini hanya bersumber dari DAK Provinsi dengan insentitas distribusi dua kali setiap triwulan. Oleh karen itu, diharapkan dukungan pemerintah daerah kabupaten/kota terkait pemenuhan ketersediaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan. Pelaporan dan Monitoring Untuk memastikan pengelolaan obat dan vaksin berjalan dengan baik, pemerintah menggunakan beberapa sistem pelaporan, antara lain: Ke depan, pemerintah berencana untuk mengintegrasikan sistem E-Logistik dengan SMILE agar seluruh pelaporan logistik dapat dilakukan melalui satu platform. Kesimpulan Pengelolaan obat di Instalasi Farmasi melibatkan berbagai tahapan yang kompleks, mulai dari perencanaan, penerimaan, penyimpanan, hingga distribusi. Pelaporan. Meskipun telah didukung oleh sistem berbasis teknologi seperti E-Monev dan E-Logistik, masih terdapat beberapa kendala dalam pengadaan APBD, penerimaan obat, dan keterbatasan anggaran distribusi. Oleh karena itu, diperlukan sinergi yang lebih baik antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk memastikan ketersediaan obat yang optimal bagi masyarakat. Sumber : Kepala Seksi Kefarmasian Asmanur A.R, S. Farm

Read article
ASPAK: Sistem Informasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan

ASPAK (Aplikasi Sarana, Prasarana, dan Alat Kesehatan) adalah sistem elektronik berbasis web yang dirancang untuk menghimpun data dan menyajikan informasi mengenai sarana, prasarana, dan alat kesehatan di berbagai fasilitas kesehatan. Fasilitas-fasilitas ini meliputi puskesmas, rumah sakit, klinik, laboratorium kesehatan, serta unit-unit UTD dan UTDRS yang baru dikembangkan. Dengan ASPAK, pengguna dapat mengakses informasi terkait ketersediaan dan pemenuhan sarana serta prasarana alat kesehatan di fasilitas-fasilitas kesehatan tersebut sesuai dengan standar yang berlaku. Jika di fasilitas kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit, standar minimal pemenuhan sarana prasarana alat kesehatan (SPA) adalah 60%, maka fasilitas tersebut dianggap telah memenuhi kriteria standar. Dalam wawancara dengan Humas dan pengelola program ASPAK, Jumrati Hafid, SKM., M.Kes, terungkap bahwa ASPAK diatur dalam Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 31 Tahun 2018 tentang aplikasi sarana, prasarana dan alat kesehatan. Peraturan ini mewajibkan setiap fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan pembaruan data dua kali setahun, yaitu pada tanggal 30 Juni dan 31 Desember. Data yang diperbarui digunakan untuk mengevaluasi pemenuhan standar SPA di puskesmas, yang kemudian divalidasi oleh dinas kesehatan daerah. Validasi ini dilakukan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota untuk puskesmas, sementara rumah sakit tipe B divalidasi oleh dinas kesehatan provinsi. ASPAK memiliki dua prinsip utama: Tujuan khusus dari Aplikasi Sarana dan Prasarana Kesehatan (ASPAK) adalah menyelenggarakan sistem informasi terintegrasi mengenai sarana, prasarana, dan peralatan kesehatan di fasilitas kesehatan. Selain itu, ASPAK berfungsi sebagai alat inventarisasi dan pemetaan sarana, prasarana, serta alat kesehatan. Aplikasi ini juga digunakan untuk pembinaan dan pengawasan terhadap standar SPA yang dibiayai oleh Dana Alokasi Khusus (DAK) atau Dana Alokasi Umum (DAU). Di samping itu, ASPAK merupakan bahan monitoring dan pengawasan untuk mendukung proses akreditasi fasilitas kesehatan. Perlu diperhatikan bahwa fasilitas kesehatan dengan tingkat pemenuhan ASPAK di bawah 60% belum memenuhi syarat untuk mengikuti proses akreditasi. Di Sulawesi Tengah, capaian ASPAK semakin membaik setiap tahunnya. Pada tahun 2024, target persentase FKTP yang memenuhi standar SPA adalah 90%. Pada triwulan keempat, Dinas Kesehatan telah mencapai 95% dan menerima penghargaan dari Kementerian Kesehatan, menempati peringkat ketiga dari 38 provinsi di Indonesia dalam hal kepatuhan pengisian ASPAK. Demikian penjelasan mengenai ASPAK sebagai sistem yang berperan penting dalam mendukung pengelolaan sarana, prasarana, dan alat kesehatan di fasilitas kesehatan. Dengan prinsip akuntabilitas dan kontinuitas, diharapkan ASPAK dapat terus membantu dalam perencanaan yang lebih baik, serta mendukung peningkatan mutu pelayanan kesehatan di Indonesia. Semoga informasi ini bermanfaat dan dapat menjadi acuan dalam upaya kita bersama untuk mewujudkan fasilitas kesehatan yang lebih optimal dan sesuai standar. Terima kasih atas perhatian dan kerja sama yang telah diberikan. Sumber: Pengelola Program ASPAK, Jumrati Hafid, SKM., M.Kes

Read article
Penerapan BLUD di Puskesmas untuk Meningkatkan Pelayanan Kesehatan

Dalam upaya mempercepat pemenuhan sarana, prasarana, alat kesehatan, dan sumber daya manusia di sektor kesehatan, penerapan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) di Puskesmas menjadi solusi strategis. BLUD, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 79 Tahun 2018 Pasal 1, adalah sistem yang diterapkan oleh unit pelaksana teknis dinas/badan daerah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan. Fleksibilitas ini memungkinkan pengelolaan keuangan yang lebih leluasa dengan mengadopsi praktik bisnis yang sehat, tanpa berorientasi pada keuntungan, tetapi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Praktik Bisnis yang Sehat dalam BLUD Praktik bisnis yang sehat dalam konteks BLUD diartikan sebagai penyelenggaraan fungsi organisasi dengan kaidah manajemen yang baik. Tujuannya adalah memberikan layanan berkualitas, berkesinambungan, dan berdaya saing. BLUD juga bertujuan untuk memberikan layanan umum yang lebih efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab, dengan tetap memperhatikan asas keadilan, kepatutan, dan manfaat. Dengan demikian, BLUD mendukung pencapaian tujuan pemerintah daerah melalui pengelolaan berbasis kewenangan yang didelegasikan oleh kepala daerah. Keuntungan Penerapan BLUD di Puskesmas Beberapa keuntungan yang diperoleh dari penerapan BLUD di Puskesmas meliputi: 1. Kontrol Keuangan: Memberikan kontrol lebih besar kepada Puskesmas atas sumber daya keuangannya. 2. Perencanaan Program: Memungkinkan perencanaan dan pelaksanaan program kesehatan yang lebih efektif. 3. Fleksibilitas Keuangan: Memberikan keleluasaan dalam pengelolaan keuangan untuk mendukung operasional layanan kesehatan. Persyaratan Administratif Penerapan BLUD Penerapan BLUD di Puskesmas memerlukan pemenuhan beberapa persyaratan administratif, yaitu: 1. Surat pernyataan kesanggupan untuk meningkatkan kinerja. 2. Pola tata kelola. 3. Rencana strategis. 4. Standar pelayanan minimal. 5. Laporan keuangan atau prognosis/proyeksi keuangan. 6. Laporan audit terakhir atau pernyataan bersedia diaudit oleh pihak eksternal pemerintahan. Peran Pemerintah Daerah dalam Pengawasan BLUD Bupati memiliki tanggung jawab penting dalam pembinaan dan pengawasan BLUD di wilayahnya, yang dilakukan melalui Inspektorat Daerah. Selain itu, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah bertugas memperkuat peran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam meningkatkan kapasitas dan kompetensi terkait penerapan BLUD di Puskesmas. Capaian Penerapan BLUD di Sulawesi Tengah Data menunjukkan peningkatan signifikan dalam penerapan BLUD di Puskesmas di Provinsi Sulawesi Tengah. Pada 2023, capaian BLUD di wilayah ini hanya 12,6%, namun meningkat menjadi 50,6% pada 2024 berkat dukungan dari Dinas Kesehatan Kabupaten dan Organisasi Pemerintah Daerah. Beberapa kabupaten/kota yang telah menerapkan BLUD di Puskesmas meliputi: 1. Kota Palu: 14 Puskesmas. 2. Banggai Kepulauan: 14 Puskesmas. 3. Sigi: 19 Puskesmas. 4. Donggala: 18 Puskesmas. 5. Banggai: 8 Puskesmas. 6. Poso: 24 Puskesmas. 7. Morowali Utara: 14 Puskesmas. Saat ini, enam kabupaten lainnya masih dalam proses penyusunan dokumen persyaratan untuk penerapan BLUD Puskesmas. Kesimpulan Dengan sinergi yang kuat antara Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, dan pemerintah daerah, penerapan BLUD di Puskesmas diharapkan terus meningkat. Hal ini sangat penting untuk memastikan pelayanan kesehatan yang lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan, demi tercapainya kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah. Sumber Kepala Seksi Primer, Misnawati, S.ST.,M.Kes

Read article
Apa itu Polio dan Berapa Besar Ancamannya

Polio adalah Penyakit yang menular dan sangat berbahaya dapat menyebabkan kelumpuhan/kecacatan seumur hidup bahkan kematian. Polio menular lewat air dan makanan yang terkontaminasi dengan tinja yang mengandung virus Polio. Mengapa kasus polio yang terjadi harus diwaspadai? Penyebab penyakit polio adalah virus yang sangat cepat menular pada tubuh. Sehingga, virus polio pada tubuh seseorang yang tidak diberikan vaksin akan cepat menyebar dalam waktu hitungan jam saja. Penyebaran virus polio terjadi melalui fekal-oral, yaitu kotoran dari tinja yang terkontaminasi melalui air atau makanan yang dikonsumsi, lalu berkembang biak di organ pencernaan seperti usus. Bahkan, virus polio juga bisa ditularkan saat batuk atau bersin. Banyak dari anak atau dewasa yang tidak mendapatkan imunisasi polio mengalami kelumpuhan di kaki, meningitis, bahkan meninggal dunia karena otot pernapasan yang kerjanya semakin menurun hingga tidak optimal. WHO menyatakan status Polio saat ini adalah Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), sama dengan status Monkeypox. Bagaimana polio dapat menular? Virus Polio menyebar melalui fecal-oral, artinya virus berkembang biak di sistem pencernaan, dan dikeluarkan melalui feses (tinja), kemudian menyebar melalui air. Risiko semakin besar jika sanitasi tidak baik seperti perilaku Buang Air Besar Sembarangan. Gejala apa yang timbul jika terkena virus Polio? Gejala awal polio adalah demam, kelelahan, sakit kepala, muntah, kekakuan di leher, dan nyeri pada anggota badan. Siapa yang berisiko terkena polio? Yang berisiko terkena polio adalah anak usia < 15 tahun, terutama anak-anak di bawah usia 5 tahun. Bagaimana masyarakat bisa terlindungi dari virus polio? Polio bisa dicegah dengan melakukan imunisasi. Imunisasi Polio diberikan sebanyak 4 kali sampai anak usia 4 bulan. Dengan cakupan imunisasi yang tinggi dan merata di setiap wilayah tanpa terkecuali anak akan terhindar dari virus Polio. Lengkapi dosis vaksin polio tetes dan suntik sesuai dengan umur anak. Jika anak belum mendapatkan imunisasi lengkap maka dapat berkonsultasi dengan puskesmas setempat. Vaksin Pollo memberikan kekebalan, apabila anak tertular dapat terlindungi dari kelumpuhan dan kematian akibat virus polio. Tidak ada Obat untuk Polio. Satu satu cara Pencegahan melalui pemberian Imunisasi.  

Read article