10 ways how to lorem ipsum glavrida dolor amet
Nulla et consectetur ligula, ut fringilla velit. Interdum et sit amet tempor. In sit amet neque non tellus interdum tincidunt eget eu odio.
Read articleGiliran Ampana Mendapat Sosialisasi Penyakit Rabies Dan Anthraks
Antraks dan Rabies telah menimbulkan dampak seperti masalah kesehatan dan kepanikan masyarakat serta kerugian ekonomi yang cukup besar pada masyarakat maupun peternak karena penyakit ini dapat menyebabkan kematian pada manusia dan hewan ternak dalam waktu yang singkat. Untuk itu Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah serius mengantisipasi Penyakit Rabies dan Antrhraks diwilayahnya. Hal ini dibuktikan dengan makin tingginya perhatian dari seluruh Stakeholder mulai dari Instansi terkait seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan hingga kejajarannya dari Ibukota Kabupaten hingga ke perangkat desa. Penyakit Anthraks merupakan salah satu penyakit Zoonotik yang disebabkan oleh bakteri Antraks. Bakteri ini dapat membentuk spora yang tahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat bertahan hidup selama 60 tahun di dalam tanah, sehingga sulit untuk dimusnahkan. Sumber penularan antraks pada manusia adalah hewan pemamah biak seperti sapi, kerbau, kambing dan domba yang terinfeksi oleh bakteri Antrhraks. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya antraks masih kurang, sehingga dapat menjadi penyebab terjadinya penularan Antrhraks pada manusia serta penyebaran Antrhraks ke wilayah lainnya. Sedangkan Rabies atau penyakit gila anjing adalah penyakit hewan menular yang dapat menyerang manusia disebabkan oleh virus genus Lyssavirus. Penyakit ini bersifat akut serta menyerang susunan syaraf pusat, hewan berdarah panas, dan manusia. Virus Rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan penular rabies/HPR (anjing, kucing dan kera). Virus Rabies masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melalui luka atau gigitan yang terkena air liur hewan atau pasien terkena rabies. Setiap tahun, rata-rata ada sekitar 60.000 kematian dan lebih dari 95% kasus kematian terjadi Asia dan Afrika (WHO, 2013). Sebagian besar dari penderita (sekitar 30-60%) adalah anak-anak usia kecil dibawah 15 tahun. Diperkirakan setiap 10 menit ditemukan 1 orang meninggal akibat rabies (WHO, 2013).Untuk Provinsi Sulawesi Tengah, kasus gigitan hewan penular rabies pada tahun 2018 yakni 2.759 kasus gigitan, yang diberi VAR adalah 2.592 kasus (93,95%), dengan jumlah lyssa adalah 5 kasus dengan CFR 0,19%. Dari 13 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, salah satu kabupaten yang kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) tertinggi di adalah Kabupaten Poso dengan jumlah kasus GHPR 590 kasus dan jumlah lyssa adalah 3 kasus dari kasus yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah. Kondisi geografis dan factor budaya masyarakat sangat menunjang pesebaran kedua penyakit ini. Untuk itu, upaya pengendalian rabies dapat dilaksanakan dengan melibatkan multi-sektor serta meningkatkan pengetahuan kesehatan, melalui pertemuan sosialisasi penyakit Rabies dan Antraks di daerah-daerah dengan kasus Rabies yang masih tinggi. Selain Kabupaten Poso sebagai Kabupaten dengan kasus Rabies yang tertinggi di Sulawesi Tengah Kabupaten lainpun tak luput dari perhatian Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah khususnya Kabupaten yang berbatasan langsung dengan wilayah Kabupaten Poso seperti Kabupaten Tojo Una-una. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah mengupayakan berbagai cara untuk mengatasi masalah Rabies dengan mengacu pada Pedoman Regional Pengendalian Rabies melalui : Pemberian vaksinasi secara massal pada anjing. Pengendalian populasi HPR Meningkatkan pengentahuan masyarakat, dan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan secara komprehensif. Sosialisasi dan Peningkatan Penyakit Rabies dan Antraks ini diselenggarakan pada tanggal 1 s.d 3 Mei 2019 di Penginapan Mulia Ampana Kabupaten Tojo Una-Una dihadiri oleh para pengelola Program seluruh Puskesmas di wilayah Kabupaten Tojo Una-una, Petugas Rumah Sakit, Pengelola Program Zoonosis / Tenaga Medis di Dinas Kesehatan, jajaran Dinas Peternakan mulai dari Kecamatan hingga di Poskeswan se Kabupaten tojo Una-una. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para pengelola program di Puskesmas terhadap bahaya penyakit rabies dan penyakit Anthraks guna mencapai target Indonesia bebas rabies tahun 2030 baik pada hewan maupun manusia. Selain itu para peserta pertemuan yang berjumlah kurang lebih 40 orang ini dituntut agar dapat bersinergi dengan lintas sector terkait serta lintas program kesehatan / peternakan yang ada, serta mampu memberdayakan masyarakat sekitar sehingga dapat menekan pesebaran kasus Rabies. Kegiatan dibuka langsung oleh Ibu Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Tojo Una-una, didampingi Kepala Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dr. Muh. Saleh Amin, MM serta Kepala Seksi P2 Dinas Kesehatan Tojo Una-una. Pada kegiatan ini narasumber yang menyampaikan materinya diantaranya oleh Johanes Eko Kristiyadi, SKM, M.Kes. dari Subdit Zoonosis Kementerian Kesehatan RI, dr. Muh. Saleh Amin, MM dan Yusmi Yusuf, SKM. Disela-sela kegiatan dilaksanakan penayangan video tata cara pencucian luka yang baik dan benar dan dilanjutkan dengan diskusi serta share pengalaman bagi peserta bila menemukan kasus GHPR di wilayahnya. Rencana tindaklanjut yang disepakati pada kegiatan ini berupa kesepakatan tertulis dan ditandatangani oleh masing-masing perwakilan masing-masing instansi.
Read articleSosialisasi Penyakit Rabies Dan Anthraks Tingkat Kabupaten Poso
Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah serius mengantisipasi Penyakit Rabies dan Antrhraks diwilayahnya. Hal ini dibuktikan dengan makin tingginya perhatian dari seluruh Stakeholder mulai dari Instansi terkait seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan hingga kejajarannya dari Ibukota Kabupaten hingga ke perangkat desa. Penyakit Anthraks merupakan salah satu penyakit Zoonotik yang disebabkan oleh bakteri Antraks. Bakteri ini dapat membentuk spora yang tahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat bertahan hidup selama 60 tahun di dalam tanah, sehingga sulit untuk dimusnahkan. Sumber penularan antraks pada manusia adalah hewan pemamah biak seperti sapi, kerbau, kambing dan domba yang terinfeksi oleh bakteri Antrhraks. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya antraks masih kurang, sehingga dapat menjadi penyebab terjadinya penularan Antrhraks pada manusia serta penyebaran Antrhraks ke wilayah lainnya. Sedangkan Rabies atau penyakit gila anjing adalah penyakit hewan menular yang dapat menyerang manusia disebabkan oleh virus genus Lyssavirus. Penyakit ini bersifat akut serta menyerang susunan syaraf pusat, hewan berdarah panas, dan manusia. Virus Rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan penular rabies/HPR (anjing, kucing dan kera). Virus Rabies masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melalui luka atau gigitan yang terkena air liur hewan atau pasien terkena rabies. Setiap tahun, rata-rata ada sekitar 60.000 kematian dan lebih dari 95% kasus kematian terjadi Asia dan Afrika (WHO, 2013). Sebagian besar dari penderita (sekitar 30-60%) adalah anak-anak usia kecil dibawah 15 tahun. Diperkirakan setiap 10 menit ditemukan 1 orang meninggal akibat rabies (WHO, 2013). Untuk Provinsi Sulawesi Tengah, kasus gigitan hewan penular rabies pada tahun 2018 yakni 2.759 kasus gigitan, yang diberi VAR adalah 2.592 kasus (93,95%), dengan jumlah lyssa adalah 5 kasus dengan CFR 0,19%. Dari 13 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, salah satu kabupaten yang kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) tertinggi di adalah Kabupaten Poso dengan jumlah kasus GHPR 590 kasus dan jumlah lyssa adalah 3 kasus dari kasus yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah. Kondisi geografis dan factor budaya masyarakat sangat menunjang pesebaran kedua penyakit ini. Untuk itu, upaya pengendalian rabies dapat dilaksanakan dengan melibatkan multi-sektor serta meningkatkan pengetahuan kesehatan, melalui pertemuan sosialisasi penyakit Rabies dan Antraks di daerah-daerah dengan kasus Rabies yang masih tinggi. Kabupaten Poso sebagai salah satu Kabupaten dengan kasus Rabies yang tertinggi di Sulawesi Tengah menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dengan mengupayakan berbagai cara untuk mengatasi masalah Rabies mengacu pada Pedoman Regional Pengendalian Rabies melalui : Pemberian vaksinasi secara massal pada anjing. Pengendalian populasi HPR Meningkatkan pengentahuan masyarakat, dan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan secara komprehensif. Sosialisasi dan Peningkatan pengetahuan para pengelola Program seluruh Puskesmas di wilayah Kabupaten Poso menjadi salah satu agenda yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Poso. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para pengelola program di Puskesmas terhadap bahaya penyakit rabies dan penyakit Anthraks guna mencapai target Indonesia bebas rabies tahun 2030 baik pada hewan maupun manusia. Selain itu para pengelola program di Puskesmas dituntut agar dapat bersinergi dengan lintas sector terkait serta lintas program kesehatan yang ada, serta mampu memberdayakan masyarakat sekitar sehingga mampu menekan pesebaran kasus Rabies khususnya. Kegiatan dibuka langsung oleh Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso dr. Taufan Karwur, didepan 40 (empat puluh) orang peserta Kepala Dinas berpesan “kasus penderita gigitan anjing rabies cukup tinggi dan merupakan tertinggi di wilayah Sulteng, selain terkendala biaya pencegahan, partisipasi pemilik anjing untuk menyerahkan ternaknya guna dimusnahkan jika sudah terkontaminasi rabies juga masih kurang, untuk itu diperlukan upaya-upaya khusus agar kasus gigitan dapat segera ditekan”. Pada kegiatan ini narasumber yang menyampaikan materinya diantaranya materi Kebijakan, Strategi Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis pada Manusia oleh Johanes Eko Kristiyadi, SKM, M.Kes. dari Subdit Zoonosis Kementrian Kesehatan RI, materi Kebijakan, Strategi Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis pada hewan yang dibawakan oleh Kepala Bidang Kesmavet Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah oleh Ir. Greesje Kuhu, M.Sc, materi Tata laksana Kasus Anthraks pada Manusia oleh Ibu Yusmi Yusuf, SKM dan materi Inovasi Gempur yang dibawakan oleh ibu Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Poso yakni ibu Enoria Latulola, SKM materi ini berisi kiat-kiat untuk menjadikan Kabupaten Poso bebas Rabies di tahun 2030. Disela-sela kegiatan dilaksanakan penayangan film tentang kasus GHPR dan Rabies. Rencana tindaklanjut yang disepakati pada kegiatan ini ialah upaya-upaya untuk menjadikan Kabupaten Poso bebas Rabies di tahun 2030.
Read articleMasyarakat Sulteng Miliki Jaminan Kesehatan Diatas Rata-rata Nasional
Berdasarkan data di Provinsi Sulawesi Tengah, sebanyak 2.720.942 (dua juta tujuh ratus dua puluh ribu sembilan ratus empat puluh dua) jiwa atau 91,63 % dari jumlah penduduk telah memiliki jaminan kesehatan, angka ini diatas rata-rata nasional. Diharapkan jumlah tersebut dapat terus meningkat sehingga nantinya seluruh penduduk Provinsi Sulawesi Tengah telah memiliki jaminan kesehatan. Hal tersebut disampaikan Gubernur Sulawesi Tengah Drs. H. Longki Djanggola, M.Si dalam sambutannya pada acara penandatanganan perjanjian kerja sama antara Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Tengah dan BPJS Kesehatan tentang kepesertaan program jaminan kesehatan nasional bagi penduduk yang didaftarkan oleh Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota se-Provinsi Sulawesi Tengah, bertempat di ruang Polibu Kantor Gubernur Sulawesi Tengah, Senin 23 Desember 2019. Bapak Gubernur menyampaikan apresiasi dan terima kasih atas penandatanganan perjanjian kerja sama kepesertaan program jaminan kesehatan nasional bagi penduduk di kabupaten/kota se Sulawesi Tengah. Dimana menjadi bukti komitmen dari seluruh jajaran pemerintahan di Provinsi Sulawesi Tengah, baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam memberikan kepastian jaminan kesehatan kepada masyarakat yang tentunya dapat meningkatkan kualitas hidup manusia untuk SDM yang lebih maju. Peningkatan jumlah cakupan kepesertaan jaminan kesehatan nasional tentunya harus diiringi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ke masyarakat. Untuk mewujudkan hal tersebut harus ada sinergi dan harmonisasi antara semua pihak terkait diantaranya : BPJS kesehatan harus berperan aktif memberikan sosialisasi secara langsung maupun tidak langsung terkait prosedur pemanfaatan pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat. Serta berkoordinasi secara intensif dengan pemda, OPD terkait, dan fasilitas kesehatan untuk memastikan pelayanan kesehatan yang diberikan telah sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku. Dinas Kesehatan mengawasi fasilitas kesehatan baik tingkat pertama maupun lanjutan ( puskesmas dan rumah sakit ) untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada seluruh masyarakat. Dinas Sosial mempercepat proses verifikasi dan validasi data sehingga semua masyarakat miskin dan tidak mampu dapat didaftarkan sebagai peserta penerima bantuan iuran (PBI) APBN. Dinas Tenaga Kerja, memastikan para pemberi kerja untuk memberikan jaminan kesehatan kepada seluruh pekerjanya, Begitupun stakeholder lainnya agar dapat menjalankan perannya dengan optimal. Lanjut Bapak Gubernur berpesan “Saya harap, agar butir-butir komitmen yang sudah disepakati dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, selain itu juga harus disosialisasikan dengan baik supaya masing-masing pihak mengetahui di posisi mana dia harus berperan dan siapa subjek atau objek yang harus ditangani,”.
Read articleEvaluasi Implementasi Akreditasi Laboratorium Kesehatan
Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 14 menyatakan, “Pemerintah bertanggungjawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat”.Hal ini selaras dengan pasal 55 yang intinya mengamanahkan bahwa pemerintah wajib menetapkan standar mutu pelayanan kesehatan. Sistem peningkatan mutu pelayanan kesehatan merupakan sebuah sistem yang dinamis dapat mengikuti berbagai perubahan baik dari perubahan sistem kesehatan maupun dari perubahan sistem di luar kesehatan. Salah satu perubahan besar dalam sistem kesehatan adalah perubahan dalan sistem jaminan kesehatan nasional. Di luar sistem kesehatan perubahan yang sangat terasa adalah semakin meningkatnya tuntutan keterbukaan yang terkait dengan keterbukaan publik. Untuk menjaga kualitas pelayanan Laboratorium Kesehatan Daerah kepada masyarakat, maka Laboratorium Kesehatan Daerah harus terakreditasi. Akreditasi Laboratorium Kesehatan di Indonesia dilaksanakan untuk menilai kepatuhan laboratorium kesehatan terhadap standar. Penyelenggaraan akreditasi laboratorium kesehatan telah dilaksanakan sejak tahun 2002 telah diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 943/MENKES/SK/VIII/2002 dan 298/MENKES/SK/III/2008 tentang Standar Akreditasi Laboratorium Kesehatan. Akreditasi laboratorium dilaksanakan oleh Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan sesuai dengan KMK nomor 1435 tahun 2011 tentang Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan. Pada akhir Tahun 2018 telah dilaksanakan akreditasi pada UPT Laboratorium Kesehatan oleh Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan (KALK) dan pada bulan Februari 2019 telah diterbitkan Sertifikat kelulusan Penuh dan berlaku selama 5 (lima) tahun. Selanjutnya menjadi hal penting untuk senantiasa menjaga mutu pelayanan laboratorium sesuai standar dari hari ke hari. Untuk itu Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Mutu dan Akreditasi Pelayanan Kesehatan berupaya untuk mengembangkan Indikator Mutu Laboratorium Kesehatan yang merupakan cikal bakal Standar Pelayanan Minimal pada seluruh Laboratorium Kesehatan. UPT Laboratorium Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah pada tanggal 13 s.d 14 Desember 2019 melaksanakan kegiatan Evaluasi Implementasi Akreditasi Laboratorium Kesehatan di Hotel Sentral Palu. Kegiatan ini bertujuan untuk Membangun komitmen seluruh karyawan Laboratorium Kesehatan Daerah untuk melaksanakan indikator mutu laboratorium kesehatan. Pada kegiatan tersebut terdapat beberapa materi yang dibawakan diantaranya Evaluasi Program Kegiatan Tahun 2019, Presiapan Pelaksanaan Indikator Mutu Laboratorium Kesehatan, Program Keselamatan Pasien, Persiapan Audit Internal, Informasi Terkini Teknik Pemeriksaan Laboratorium dan Evaluasi Electronic Medical Laboratory. Rencana Tindaklanjut dari kegiatan ini diantaranya disepakati ujicoba pelaksanaan Indikator Mutu pada awal bulan Januari 2019, Melaksanakan audit internal pada bulan Desember 2019, memperbaiki alur pelayanan.
Read articleSekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah, Puji Fasilitas UPT Laboratorium Kesehatan milik Pemerintah Daerah
Sekretaris Daerah Provinsi Sulawesi Tengah Dr. H. Moh. Hidayat Lamakarate, MSi, melakukan pengambilan darah di UPT Laboratorium Kesehatan jalan UNDATA No. 27 E Palu pada, Kamis, 15 Agustus 2019. Dr. H. Moh. Hidayat Lamakarate, MSi, usai memeriksakan darahnya, melakukan peninjauan areal laboratorium dimana menurutnya UPT Laboratorium Kesehatan dapat membantu dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat, dimana fasilitas yang dimiliki sangat profesional yang perlu di ketahui oleh seluruh masyarakat Kota Palu khususnya, dan masyarakat Sulawesi Tengah pada umumnya. Sementara itu Rudianto, SKM selaku Kepala UPT Laboratorium Kesehatan menjelaskan, UPT Laboratorium Kesehatan dalam upaya membantu pemerintah dalam meningkatkan kesehatan masyarakat, yaitu penyediaan sarana pelayanan kesehatan bagi masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah dan dengan tekad serta semangat ingin memberikan pelayanan prima. UPT Laboratorium Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah hingga saat ini berupaya meningkatkan mutu layanan dengan dengan menerapkan akreditasi Laboratorium Kesehatan yaitu pada Pelayanan Laboratorium Klinik dan Pelayanan Laboratorium Kesehatan Masyarakat. Laboratorium klinik diharapkan dapat menjadi pusat rujukan pelayanan laboratorium kesehatan di Provinsi Sulawesi Tengah khususnya sebagai penentu diagnosis penyakit dan laboratorium kesehatan masyarakat yang menunjang kegiatan program kesehatan masyarakat di Provinsi Sulawesi Tengah. Saat ini UPT Laboratorium Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menyediakan pelayanan Laboratorium Klinik berupa Hematologi dan Patologi, Kimia Klinik, Mikrobiologi, Parasitologi dan Imunologi. UPT Laboratorium Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah saat ini merupakan laboratorium klinik madya sesuai Keputusan Gubernur Sulawesi Tengah Nomor 441/275/LKU-MADYA/DPMPTSP/2018 tentang Izin Penyelenggaraan Laboratorium Klinik Umum Madya. Saat ini UPT Laboratorium Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah berupaya untuk terus menerus meningkatkan mutu layanan pemeriksaan laboratorium kepada masyarakat dengan telah lulus akreditasi dari Komite Akreditasi Laboratorium Kesehatan pada tahun 2019 Nomor 201/S/KALK-P/II/2019 Tanggal 4 Februari 2019 dengan status Lulus Penuh 5 (lima) Tahun.
Read article