Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah serius mengantisipasi Penyakit Rabies dan Antrhraks diwilayahnya. Hal ini dibuktikan dengan makin tingginya perhatian dari seluruh Stakeholder mulai dari Instansi terkait seperti Dinas Kesehatan dan Dinas Peternakan hingga kejajarannya dari Ibukota Kabupaten hingga ke perangkat desa.
Penyakit Anthraks merupakan salah satu penyakit Zoonotik yang disebabkan oleh bakteri Antraks. Bakteri ini dapat membentuk spora yang tahan terhadap perubahan lingkungan dan dapat bertahan hidup selama 60 tahun di dalam tanah, sehingga sulit untuk dimusnahkan. Sumber penularan antraks pada manusia adalah hewan pemamah biak seperti sapi, kerbau, kambing dan domba yang terinfeksi oleh bakteri Antrhraks. Kesadaran masyarakat terhadap bahaya antraks masih kurang, sehingga dapat menjadi penyebab terjadinya penularan Antrhraks pada manusia serta penyebaran Antrhraks ke wilayah lainnya.
Sedangkan Rabies atau penyakit gila anjing adalah penyakit hewan menular yang dapat menyerang manusia disebabkan oleh virus genus Lyssavirus. Penyakit ini bersifat akut serta menyerang susunan syaraf pusat, hewan berdarah panas, dan manusia. Virus Rabies ditularkan ke manusia melalui gigitan hewan penular rabies/HPR (anjing, kucing dan kera). Virus Rabies masuk ke dalam tubuh manusia atau hewan melalui luka atau gigitan yang terkena air liur hewan atau pasien terkena rabies. Setiap tahun, rata-rata ada sekitar 60.000 kematian dan lebih dari 95% kasus kematian terjadi Asia dan Afrika (WHO, 2013). Sebagian besar dari penderita (sekitar 30-60%) adalah anak-anak usia kecil dibawah 15 tahun. Diperkirakan setiap 10 menit ditemukan 1 orang meninggal akibat rabies (WHO, 2013).
Untuk Provinsi Sulawesi Tengah, kasus gigitan hewan penular rabies pada tahun 2018 yakni 2.759 kasus gigitan, yang diberi VAR adalah 2.592 kasus (93,95%), dengan jumlah lyssa adalah 5 kasus dengan CFR 0,19%. Dari 13 Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah, salah satu kabupaten yang kasus Gigitan Hewan Penular Rabies (GHPR) tertinggi di adalah Kabupaten Poso dengan jumlah kasus GHPR 590 kasus dan jumlah lyssa adalah 3 kasus dari kasus yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah. Kondisi geografis dan factor budaya masyarakat sangat menunjang pesebaran kedua penyakit ini. Untuk itu, upaya pengendalian rabies dapat dilaksanakan dengan melibatkan multi-sektor serta meningkatkan pengetahuan kesehatan, melalui pertemuan sosialisasi penyakit Rabies dan Antraks di daerah-daerah dengan kasus Rabies yang masih tinggi.
Kabupaten Poso sebagai salah satu Kabupaten dengan kasus Rabies yang tertinggi di Sulawesi Tengah menjadi perhatian khusus Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dengan mengupayakan berbagai cara untuk mengatasi masalah Rabies mengacu pada Pedoman Regional Pengendalian Rabies melalui :
- Pemberian vaksinasi secara massal pada anjing.
- Pengendalian populasi HPR
- Meningkatkan pengentahuan masyarakat, dan pelayanan kesehatan dasar dan rujukan secara komprehensif.
Sosialisasi dan Peningkatan pengetahuan para pengelola Program seluruh Puskesmas di wilayah Kabupaten Poso menjadi salah satu agenda yang dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah dan Dinas Kesehatan Kabupaten Poso. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan para pengelola program di Puskesmas terhadap bahaya penyakit rabies dan penyakit Anthraks guna mencapai target Indonesia bebas rabies tahun 2030 baik pada hewan maupun manusia. Selain itu para pengelola program di Puskesmas dituntut agar dapat bersinergi dengan lintas sector terkait serta lintas program kesehatan yang ada, serta mampu memberdayakan masyarakat sekitar sehingga mampu menekan pesebaran kasus Rabies khususnya.
Kegiatan dibuka langsung oleh Bapak Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Poso dr. Taufan Karwur, didepan 40 (empat puluh) orang peserta Kepala Dinas berpesan “kasus penderita gigitan anjing rabies cukup tinggi dan merupakan tertinggi di wilayah Sulteng, selain terkendala biaya pencegahan, partisipasi pemilik anjing untuk menyerahkan ternaknya guna dimusnahkan jika sudah terkontaminasi rabies juga masih kurang, untuk itu diperlukan upaya-upaya khusus agar kasus gigitan dapat segera ditekan”.
Pada kegiatan ini narasumber yang menyampaikan materinya diantaranya materi Kebijakan, Strategi Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis pada Manusia oleh Johanes Eko Kristiyadi, SKM, M.Kes. dari Subdit Zoonosis Kementrian Kesehatan RI, materi Kebijakan, Strategi Pencegahan dan Pengendalian Zoonosis pada hewan yang dibawakan oleh Kepala Bidang Kesmavet Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Tengah oleh Ir. Greesje Kuhu, M.Sc, materi Tata laksana Kasus Anthraks pada Manusia oleh Ibu Yusmi Yusuf, SKM dan materi Inovasi Gempur yang dibawakan oleh ibu Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Poso yakni ibu Enoria Latulola, SKM materi ini berisi kiat-kiat untuk menjadikan Kabupaten Poso bebas Rabies di tahun 2030. Disela-sela kegiatan dilaksanakan penayangan film tentang kasus GHPR dan Rabies. Rencana tindaklanjut yang disepakati pada kegiatan ini ialah upaya-upaya untuk menjadikan Kabupaten Poso bebas Rabies di tahun 2030.