Optimalisasi Pengelolaan Obat di Instalasi Farmasi: Dari Perencanaan hingga Distribusi

Pengelolaan obat di Instalasi Farmasi merupakan salah satu aspek penting dalam sistem pelayanan kesehatan. Proses ini mencakup perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan distribusi obat-obatan ke berbagai unit pelayanan kesehatan. Dalam pengelolaan ini, diperlukan koordinasi antara berbagai pihak untuk memastikan ketersediaan obat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Perencanaan dan Pengadaan Obat

Perencanaan pengadaan obat di Instalasi Farmasi dilakukan melalui tiga sumber utama:

  1. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) berupa dropping dari pusat.
  2. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
  3. Dana Alokasi Khusus (DAK) Provinsi.

Sebagian besar obat yang tersedia di Instalasi Farmasi berasal dari dropping pusat, yaitu sekitar 80-90% dari total persediaan. Perencanaan obat dilakukan melalui aplikasi e-monev obat  yang terbagi dalam dua jenis perencanaan :

1. Perencanaan obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), disusun menggunakan metode konsumsi berdasarkan penggunaan obat periode sebelumnya.

2.  Perencanaan obat Program, disusun menggunakan metode konsumsi dan metode morbiditas (pola penyakit). Penyusunan perencanaan obat program melibatkan pengelola program yang terdiri dari :

  • Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit: Rabies, Filariasis, Tuberkulosis (TB), Malaria, HIV/AIDS, PD3I,  Diare dan Hepatitis, kesehatan jiwa
  • Bidang Kesehatan Masyarakat: Program gizi, kesehatan anak, dan kesehatan ibu.

Pengelola program bertanggung jawab dalam menghitung jumlah sasaran. sedangkan Instalasi Farmasi menghitung proyeksi sisa stok akhir tahun sehingga diperoleh jumlah kebutuhan obat.

Proses penyusunan  perencanaan kebutuhan obat :

  1. Kabupaten/kota menginput data jumlah sasaran dan sisa stok ke dalam sistem.
  2. Data tersebut otomatis terakumulasi dalam sistem untuk menentukan kebutuhan obat tahun berikutnya.
  3. Setelah data terkumpul, dilakukan desk oleh pusat yang melibatkan farmasi provinsi dan pengelola program guna mengevaluasi dan menentukan alokasi obat.

Penerimaan dan Penyimpanan Obat

Dalam rangka Penerimaan Logistik Perbekalan Farmasi Instalasi Farmasi Memastikan bahwa Perbekalan farmasi yang diterima terjamin mutu, khasiat dan keamanannya. Proses penerimaan juga secara administrasi lengkap dan legalitas terjamin.  Obat yang diperoleh melalui pengadaan sendiri diterima langsung dari distributor farmasi, sementara obat dropping dari pusat diterima melalui ekspedisi yang bekerja sama dengan pusat.

Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan sumber anggaran, bentuk sediaan ( Tablet, syrup, Injeksi, BMHP, dan Alat kesehatan ) dan golongan obat (obat program, PKD, psikotropika dan narkotika)

  • Dalam rangka pengelolaan vaksin penyimpanan vaksin yang di sebut pengelolaan rantai dingin vaksin dimana pengelolaan Rantai dingin Vaksin Instalasi farmasi Dinas Kesehatan Peovinsi, dengan ruangan khusus, terdapat sarana penyimpanan Vaksin Referigerator, Frezzer ( Cool Room, Cool chain )  dan  sarana Pembawa vaksin Cool Box dan Cool Pack
  • Cool Room ( suhu 2 – 8 ℃ ), Ruangan Khusus digunakan untuk menyimpan produk-produk yang memerlukan suhu dingin dengan kapasitas yang lebih banyak seperti vaksin, serum dan Obat dengan perlakuan khusus. Terdapat 2 Cool Room
  • Cold Chain, baik dengan Suhu dingin 2-8℃ dan Suhu Beku -25 S/d -15℃  digunakan untuk penyimpanan vaksin dengan Volume yang lebih sedikit.

Distribusi Obat dan Vaksin

Untuk memastikan kualitas obat tetap terjaga, Instalasi Farmasi menerapkan sistem First In, First Out (FIFO) dan First Expire, First Out (FEFO), di mana obat yang pertama kali masuk harus dikeluarkan terlebih dahulu sesuai dengan masa kedaluwarsanya.

Distribusi obat dan vaksin diatur melalui dua metode utama:

  1. Sistem Pull Distribution: Distibusi dengan Metode penjemputan langsung dari 13 kabupaten / Kota
  2. Sistem Push Distribution: Obat dikirimkan secara proaktif ke daerah-daerah berdasarkan jadwal yang telah ditentukan.
  3. Pelayanan distibusi Obat ditujukan kepada 13 Kabupaten Kota dimana alokasi atau jumlah untuk perbekalan Farmasi terkait kebutuhan untuk jenis logistic peruntukan program sudah ditentukan berdasarkan kebutuhan yang sudah direncanakan sebelumnya oleh masing – masing kabupaten / kota
  4. Berkaitan dengan program pelayanan kesehatan dasar Instalasi Farmasi Dinkes Provinsi menyediakan Buffer Stok untuk kebutuhan tambahan kabupaten / Kota 10 sampai dengan 30 Persen, dari total kebutuhan kabupaten / Kota. Instalasi Farmasi Dinkes provinsi wajib menyiapkan Buffer stok Peruntukan Kejadian tertentu seperti Bencana, serta kegiatan seperti bakti Sosial.
  5. Beberapa Hal yang wajib di perhatikan dalam pelaksanaan distribusi Obat dan vaksin adalah Repacking, atau pengemasan kembali dimana Instalasi Farmasi wajib Melakukan berdasarkan ketentuan ketentuan yang di persyaratkan dalam melakukan distribusi atau yang tertuang dalam Persyaratan CDOB ( Cara pendistribusian Obat yang Baik ) antara Lain, Penggunaan Kemasan, Agar Obat dan Vaksin tidak basah, tidak kontak dengan sinar matahari, tidak menggunakan Bak terbuka, Suhu selama di perjalanan tetap terjaga, khusus vaksin dengan media sarana yang dapat menjaga rantai dingin Vaksin, atau suhu dingin terjaga, dengan didukung sarana yang memadai, alat pembawa Vaksin, alat mempertahankan suhu, dan alat pemantau suhu yang berfungsi dengan Baik.

Untuk ketersediaan vaksin, terdapat ketentuan mengenai batas penyimpanan maksimum dan minimum dengan skala masing – masing untuk menjaga ketersediaan vaksin pada batas minimum sehingga tidak terjadi kekosongan dan batas pada maksimum tidak terjadi resiko penumpukan yang berakibat pada kerusakan vaksin :

  •  Tingkat Provinsi: Maksimal 3 bulan (1 bulan untuk buffer, 2 bulan untuk kebutuhan rutin), dan 1 bulan batas minimum
  • Kabupaten: Maksimal 2 bulan. (1 bulan untuk buffer, 1 bulan untuk kebutuhan rutin ), dan 1 bulan batas minimum
  • Puskesmas: Maksimal 1 bulan. + 1 minggu Buffer, batas minimum 1 minggu kebutuhan Vaksin

Pelaksanaan Distribusi Perbekalan farmasi  saat ini hanya bersumber dari DAK Provinsi dengan insentitas distribusi dua kali setiap triwulan. Oleh karen itu, diharapkan dukungan pemerintah daerah kabupaten/kota terkait pemenuhan ketersediaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan.

Pelaporan dan Monitoring

Untuk memastikan pengelolaan obat dan vaksin berjalan dengan baik, pemerintah menggunakan beberapa sistem pelaporan, antara lain:

  • E-Logistik: Digunakan untuk pencatatan penerimaan dan pengeluaran obat serta memantau sisa stok.
  • Sistem Manajemen Persediaan (SIMPAN): Digunakan oleh BPKAD dalam pemeriksaan keuangan.
  • Sistem SMILE: Digunakan untuk pelaporan obat program seperti HIV/AIDS, TB, dan Malaria secara real-time.
  • Dan beberapa Sistem pelaporan secara elektronik berbasis aplikasi dari beberapa program SITB untuk program Tuberculosis, SIHA untuk Program HIV.

Ke depan, pemerintah berencana untuk mengintegrasikan sistem E-Logistik dengan SMILE agar seluruh pelaporan logistik dapat dilakukan melalui satu platform.

Kesimpulan

Pengelolaan obat di Instalasi Farmasi melibatkan berbagai tahapan yang kompleks, mulai dari perencanaan, penerimaan, penyimpanan, hingga distribusi. Pelaporan. Meskipun telah didukung oleh sistem berbasis teknologi seperti E-Monev dan E-Logistik, masih terdapat beberapa kendala dalam pengadaan APBD, penerimaan obat, dan keterbatasan anggaran distribusi. Oleh karena itu, diperlukan sinergi yang lebih baik antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten untuk memastikan ketersediaan obat yang optimal bagi masyarakat.

Sumber : Kepala Seksi Kefarmasian Asmanur A.R, S. Farm