Workshop Pembentukan Emergency Medical Team (EMT) Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2025

Palu, 20–22 Oktober 2025 — Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah melalui UPT Pusat Pelayanan Keselamatan Terpadu (P2KT) menyelenggarakan Workshop Pembentukan Emergency Medical Team (EMT) bagi kabupaten/kota se-Sulawesi Tengah. Kegiatan yang berlangsung di Hotel Jazz Palu, ini dihadiri oleh perwakilan Dinas Kesehatan kabupaten/kota, rumah sakit rujukan, PMI, Sub Klaster Identifikasi Korban Mati (DVI), dokter PSC Provinsi Sulawesi Tengah, serta unsur lintas sektor lainnya.

Workshop ini bertujuan memperkuat kapasitas daerah dalam menghadapi krisis kesehatan dan meningkatkan kesiapsiagaan lintas sektor terhadap berbagai potensi bencana di Sulawesi Tengah. Pembentukan Tim Kegawatdaruratan Medis (EMT) menjadi bagian penting dari strategi daerah dalam memperkuat sistem tanggap darurat kesehatan yang cepat, terkoordinasi, dan sesuai standar nasional.

Mewakili Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, Plt. Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, Amsal, SKM., S.Ag., membuka kegiatan secara resmi. Dalam sambutannya, ia menegaskan bahwa pembentukan EMT bukan hanya kebutuhan teknis, melainkan mandat penting dalam pelaksanaan dua indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) bidang kesehatan — penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dan pelayanan kesehatan pada kejadian luar biasa (KLB).

“EMT merupakan perpanjangan tangan pemerintah provinsi dalam menjamin pelayanan kesehatan tetap berjalan saat terjadi krisis. Oleh karena itu, legalitas tim EMT di setiap daerah harus diperkuat melalui SK Gubernur agar koordinasi lintas kabupaten/kota berjalan efektif,” ujar Amsal.

Pada sesi paparan, Penelaah Teknis Kebijakan BPBD Provinsi Sulawesi Tengah, Melianthy T. Allo Biyang, S.Psi., menekankan pentingnya integrasi sistem kesehatan dan kebencanaan.

“Pembentukan EMT di setiap kabupaten/kota akan mempercepat respon darurat dan memperkuat klaster kesehatan dalam sistem komando penanggulangan bencana daerah. Sinergi BPBD dan Dinas Kesehatan menjadi kunci agar pelayanan di masa tanggap darurat berjalan cepat, aman, dan terkoordinasi,” jelasnya.

Selanjutnya, Fitriani, SKM, selaku Kepala Seksi Kewaspadaan UPT P2KT Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, menyampaikan hasil Review Penanggulangan Krisis Kesehatan Tahun 2025. Dalam paparannya dijelaskan bahwa wilayah Sulawesi Tengah memiliki risiko tinggi terhadap berbagai jenis bencana — gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, dan konflik sosial — yang berdampak pada meningkatnya kasus penyakit menular, trauma, dan gangguan layanan kesehatan.

Dari hasil pelaporan Januari hingga September 2025, tercatat 99 kali kejadian gempa bumi, 98 kali banjir, serta beberapa kejadian bencana lain seperti tanah longsor, kebakaran, dan angin puting beliung. UPT P2KT juga mencatat bahwa tim gerak cepat telah terbentuk di seluruh kabupaten/kota (100%), dan dua rumah sakit rujukan provinsi (RSUD Undata dan RS Madani) siap mendukung layanan kedaruratan. Namun demikian, masih terdapat tantangan seperti keterbatasan SDM, akses geografis sulit, dan kebutuhan penguatan gudang logistik kesehatan daerah.

Fitriani juga menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis, antara lain:

  1. Penguatan Pusat Krisis Kesehatan Daerah (PKK Daerah).
  2. Peningkatan kapasitas SDM melalui pelatihan EMT dan simulasi tanggap darurat.
  3. Penyusunan rencana kontinjensi per kabupaten/kota.
  4. Integrasi sistem informasi krisis kesehatan berbasis digital.
  5. Penguatan jejaring rumah sakit dan logistik regional.

“Penanggulangan krisis kesehatan di Sulawesi Tengah memerlukan sinergi berkelanjutan antarinstansi. Review ini menjadi dasar penting untuk memperbaiki kebijakan dan kesiapsiagaan ke depan. Sehat tangguh, Indonesia tangguh bencana,” tegas Fitriani menutup paparannya.

Pada hari berikutnya, kegiatan dilanjutkan dengan sesi bersama Supatmi, SKM., MM, selaku Analis Penanggulangan Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Dalam materinya bertajuk “Strategi Komprehensif untuk Manajemen Krisis dan Pengurangan Risiko Bencana”, Supatmi menekankan pentingnya sinergi antara kesiapsiagaan, respons cepat, dan pemulihan pasca-bencana. Ia mengingatkan bahwa seluruh upaya manajemen krisis kesehatan harus berpijak pada dasar hukum seperti UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Permenkes No. 75 Tahun 2019 tentang Penanggulangan Krisis Kesehatan.

Supatmi juga menekankan perlunya pengambilan keputusan berbasis data, koordinasi lintas sektor, serta transparansi dalam berbagi informasi antarunit kesehatan. Ia memperkenalkan kerangka CINDI (Capacity, Information, Network, Decision, Implementation) untuk memperkuat ketahanan kesehatan masyarakat, dengan fokus pada peningkatan kapasitas, pengurangan kerentanan, dan penguatan koordinasi antar lembaga.

“Krisis kesehatan tidak bisa dihadapi secara sektoral. Diperlukan kolaborasi nyata antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan lembaga penanganan bencana agar masyarakat terlindungi. Rencana kontinjensi dan sistem peringatan dini harus terus diperbarui,” jelas Supatmi.

Sebagai tindak lanjut, peserta workshop berkomitmen memperkuat pelaksanaan rencana manajemen krisis kesehatan di tingkat daerah, termasuk penyusunan laporan kesiapsiagaan darurat kesehatan dan penguatan jejaring koordinasi bersama TNI, Polri, dan PMI dalam sistem klaster kesehatan daerah.

Melalui kegiatan ini, Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menegaskan komitmennya untuk memperkuat ketahanan kesehatan daerah, meningkatkan kesiapsiagaan bencana, dan memastikan layanan kesehatan tetap berjalan optimal di tengah situasi darurat.

Penulis : Hamdi, SKM., M. Kes