Bidang pencegahan dan pengendalian penyakit

Rabies: Penyakit Mematikan yang Perlu Diwaspadai

Rabies: Penyakit Mematikan yang Perlu Diwaspadai Apa Itu Rabies ? Rabies adalah penyakit infeksi akut pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh virus rabies dari genus Lyssavirus. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan hewan penular rabies (HPR) terutama anjing (99%), kucing & kera. Rabies bersifat fatal apabila gejalanya sudah muncul, karena hingga saat ini belum ditemukan pengobatan yang efektif. Gejala utama rabies pada manusia meliputi: Rabies memiliki case fatality rate (CFR) 100%, yang berarti pasien yang sudah menunjukkan gejala pasti meninggal. Oleh karena itu, pencegahan dan penanganan dini menjadi kunci utama dalam pengendalian rabies. Kasus Rabies di Sulawesi Tengah Pada tahun 2024, jumlah kasus gigitan Hewan Penular Rabies (HPR) di Provinsi Sulawesi Tengah mencapai 4.470 kasus yang tersebar di 13 kabupaten/kota, Sejarah KLB Rabies di Sulawesi Tengah Tahun 2011: Kabupaten Poso mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) rabies dengan 12 kasus kematian. Hingga kini, status KLB belum dicabut karena masih ada kasus kematian akibat rabies setiap tahunnya. Upaya Strategi Pencegahan dan Pengendalian Rabies 1. Tata Laksana Pertolongan Pertama yakni dengan pencucian luka 2. Pemberian Vaksin Anti Rabies (VAR) Vaksin diberikan berdasarkan kategori hewan yang menggigit: 3. Pemberian Serum Anti Rabies (SAR) Serum Anti Rabies  diberikan jika ada indikasi luka resiko tinggi Fasilitas dan Kerjasama Lintas Sektor Penutup Rabies adalah penyakit yang dapat dicegah dengan kesadaran dan tindakan yang tepat. Masyarakat diharapkan selalu waspada terhadap potensi penularan rabies dengan tidak membiarkan hewan peliharaan berkeliaran bebas, rutin melakukan vaksinasi hewan, dan segera mencari pertolongan medis jika tergigit oleh hewan yang dicurigai terinfeksi rabies. Dengan langkah pencegahan yang baik dan kerjasama dari berbagai pihak, kita dapat mengurangi risiko rabies dan melindungi kesehatan masyarakat secara luas. Mari bersama-sama menciptakan lingkungan yang lebih aman dari ancaman rabies. Sumber : Pengelola Program Rabies, Yusmi Yusuf, SKM.

Read article
Eradikasi Frambusia: Upaya Menghilangkan Penyakit Secara Permanen

Apa Itu Frambusia? Eradikasi frambusia merupakan upaya pembasmian berkelanjutan untuk menghilangkan frambusia secara permanen sehingga tidak menjadi masalah kesehatan. Frambusia itu sendiri adalah penyakit infeksi jangka panjang (kronis), disebabkan oleh sejenis bakteri (Treponema pallidum sp. Pertenue) yang paling sering mengenai kulit, tulang, dan sendi. Adapun faktor risikonya antara lain kesehatan lingkungan yang buruk dan kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Langkah Eradikasi Frambusia di Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah di tahun 2024 menjadi langkah awal untuk eradikasi frambusia, sesuai tahapan penilaian eradikasi frambusia yang diawali dengan membentuk Tim Penilai Eradikasi Provinsi. Penilaian eradikasi oleh tim provinsi menghasilkan kategori nilai baik dan berdasarkan surat Kepala Dinas Kesehatan provinsi Sulawesi Tengah, Kabupaten Sigi dan Kota Palu direkomendasikan untuk mendapatkan sertifikat bebas frambusia kepada Tim Penilaiai Bebas Frambusia Kementerian Kesehatan RI. Penilaian eradikasi frambusia oleh Tim Eradikasi Kementerian Kesehatan RI Provinsi Sulawesi Tengah dilaksanakan pada tanggal 28 – 31 Oktober 2024 untuk Kota Palu dan Kabupaten Sigi. Berdasarkan surat Dirjen P2P Kemkes RI tanggal 31 Desember 2024 dinyatakan lulus dan kedua daerah tersebut dapat di rekomendasikan untuk memperoleh sertifikat eradikasi frambusia. Kota Palu dan Kabupaten Sigi telah melewati bebarapa tahapan untuk memperoleh hasil tersebut. Pertama kabupaten/kota telah membuktikan bahwa tidak ditemukan kasus frambusia baru berdasarkan surveilans berkinerja baik, yang kedua rekomendasi provinsi setelah melakukan sertifikasi frambusia, yang ketiga ‘assessment time’ sertifikasi pusat yang terdiri dari tiga kelompok kerja, yaitu dari NTDs, Perdoski, dan PAEI Pusat sehingga menghasilkan pertimbangan kabupaten/kota bebas frambusia Komitmen dan Harapan ke Depan Keberhasilan kota Palu dan kabupaten Sigi dalam mengantarkan daerahnya masing- masing, tidak lepas dari komitmen pemerintah dan peran serta masyarakatnya dalam mencapai eradikasi frambusia tersebut. Dinas Kesehatan Provinsi berharap pada daerah lainnya bisa mencontoh daerah yang telah sukses eradikasi frambusia. Sesuai komitmen pemerintah Republik Indonesia dan World Health Organization, diharapkan Indonesia sudah mencapai eradikasi frambusia tahun 2030. Pesan untuk Petugas dan Masyarakat Meskipun telah memperoleh sertifikat bebas frambusia, pemantauan dan pelaporan bulanan tetap harus dilakukan untuk memastikan tidak ada kasus baru yang muncul. Selain itu, masyarakat diimbau untuk terus menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) sebagai langkah utama dalam mencegah frambusia serta penyakit menular lainnya. Dengan kesadaran dan kolaborasi bersama, eradikasi frambusia di Indonesia dapat terwujud secara menyeluruh. Mari Bersama Wujudkan Indonesia Bebas Frambusia Keberhasilan eradikasi frambusia tidak hanya bergantung pada upaya pemerintah, tetapi juga pada peran aktif seluruh masyarakat. Dengan menjaga kebersihan lingkungan, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), serta melaporkan jika ada dugaan kasus frambusia di sekitar kita, kita turut berkontribusi dalam menciptakan generasi yang lebih sehat. Mari kita jadikan Sulawesi Tengah sebagai contoh sukses dalam upaya menghilangkan frambusia, dan bersama-sama wujudkan Indonesia yang bebas dari penyakit ini. Dengan kerja sama dan kepedulian, kita bisa mencapai masa depan yang lebih sehat bagi semua. Penulis : Rosalina dan TIM

Read article
Eliminasi Filariasis di Sulawesi Tengah: Upaya Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kesehatan Masyarakat yang Lebih Baik

Filariasis, atau yang dikenal dengan istilah penyakit kaki gajah, masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria ini tidak hanya mengganggu kualitas hidup penderitanya tetapi juga berpotensi menyebabkan kecacatan permanen. Hingga saat ini, Sulawesi Tengah terus berupaya untuk mengeliminasi filariasis melalui berbagai program dan upaya kesehatan masyarakat yang terkoordinasi. 9 dari 13 Kabupaten/Kota Endemis Filariasis di Sulawesi Tengah Di Provinsi Sulawesi Tengah, terdapat 9 kabupaten/kota yang telah teridentifikasi sebagai daerah endemis filariasis. Sementara empat kabupaten berhasil mengeliminasi penyakit ini. Keberhasilan tersebut menjadi pencapaian penting dalam upaya mengurangi beban penyakit kaki gajah di provinsi ini. Empat kabupaten yang berhasil mengeliminasi filariasis adalah Parigi Moutong (Parimo), Poso, Sigi, dan Donggala. Bahkan  Kabupaten Parimo sudah mendapatkan sertifikasi eliminasi filariasis. Proses Eliminasi di Lima Kabupaten Meski empat kabupaten telah mencapai eliminasi, lima kabupaten lainnya masih dalam proses menuju eliminasi. Kelima kabupaten ini adalah Banggai, Banggai Kepulauan (Bangkep), Morowali, Buol, dan Tojo Una-Una (Touna). Salah satu langkah penting dalam proses eliminasi ini adalah melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM), sebuah program yang memberikan obat secara massal kepada penduduk di daerah endemis guna mencegah penyebaran filariasis. POPM dilakukan setahun sekali selama minimal lima tahun. Survei Transmission Assessment Survey (TAS) dan Brugia Impact Survey (BIS) Salah satu langkah penting dalam memastikan eliminasi filariasis adalah melalui survei untuk menilai prevalensi infeksi mikrofilaria di masyarakat. Pada tahun 2025, Kabupaten Bangkep dijadwalkan untuk melaksanakan survei Transmission Assessment Survey (TAS) tahap pertama menggunakan metode Brugia Impact Survey (BIS). TAS ini direncanakan pada tahun 2022, namun tertunda akibat pandemi COVID-19. Metode BIS sendiri diperkenalkan setelah temuan permasalahan pada penggunaan alat Brugia Rapid Test yang memberikan hasil inkonsisten dalam survei TAS di daerah-daerah endemis Brugia. Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan di empat laboratorium, hasilnya tidak memadai. Sebagai respons, WHO mengeluarkan rekomendasi untuk menghentikan sementara penggunaan alat tersebut dan menggantinya dengan metode alternatif berupa survei sampling acak berbasis masyarakat dengan alat diagnostik sediaan darah jari malam, yang disebut sebagai Brugia Impact Survey (BIS). Metode BIS bertujuan untuk memastikan prevalensi mikrofilaria pada populasi dewasa berada di bawah 1%. Survei ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari orang dewasa berusia 18 tahun ke atas pada malam hari, antara pukul 10 malam hingga 2 pagi. Ini berbeda dengan metode Brugia Rapid Test yang dilakukan pada anak-anak sekolah kelas 2 dan 3 pada pagi hari. Langkah Konkret di Tojo Una-Una Sebagai bagian dari upaya eliminasi, Kabupaten Tojo Una-Una telah memulai penerapan metode BIS pada Juli 2024 secara acak di seluruh puskesmas di wilayah tersebut. Evaluasi dilakukan setelah pengobatan massal selama lima tahun berturut-turut, dimulai dengan survei pre-TAS untuk menilai efektivitas program pengobatan massal. Survei ini bertujuan untuk menentukan apakah daerah tersebut siap untuk melanjutkan ke tahap eliminasi, yang diikuti oleh BIS untuk memastikan bahwa prevalensi mikrofilaria sudah turun ke tingkat yang dapat diterima. Komitmen Sulawesi Tengah dalam Mengeliminasi Filariasis Upaya eliminasi filariasis di Sulawesi Tengah terus berjalan dengan menggunakan metode survei yang disesuaikan dengan kondisi epidemiologi masing-masing kabupaten. Selasa, 14 Januari 2025, Humas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, melalui wawancara dengan pengelola program Dr. Lucky Rondonuwu dan dilaporkan oleh Sarce, SKM, sebagai pelaksana di lapangan, mengungkapkan bahwa upaya ini menunjukkan komitmen kuat dari pemerintah daerah dalam mengurangi beban penyakit filariasis, serta memastikan kesehatan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Dengan berlanjutnya program pengobatan massal dan survei berkala, Sulawesi Tengah berharap dapat mengurangi jumlah penderita filariasis secara signifikan dan menjadikan provinsi ini bebas dari penyakit kaki gajah. Sumber : dr. Lucky Rondonuwu, Pengelola Program Filariasis

Read article
On The Job Training Pengelola Sistem Informasi Surveilans Malaria (SISMAL)

Palu – Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah mengadakan kegiatan On Job Training Pengelola Sistem Informasi Surveilans Malaria (SISMAL), kegiatan dilaksanakan di hotel Zamrud jalan munif rahman II palu. Kegiatan dilaksanakan pada tanggal 22-25 Februari 2023, dengan peserta dari 13 Kabupaten/Kota. Kegiatan di buka oleh Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular, Bapak Afuad, SKM.,M.Kes. Tujuan dari kegiatan ini yaitu tersosialisasinya e-sismal versi 3 di 13 Kabupaten/Kota hingga seluruh fasyankes di wilayah Propinsi Sulawesi Tengah. Salah satu faktor penunjang untuk mencapai target indikator malaria adalah melakukan pencatatan dan pelaporan kasus malaria secara lengkap, tepat dan benar dengan menggunakan aplikasi e-sismal. Pada tahun 2023 ini kementrian kesehatan telah melakukan pengembangan sismal tersebut dari versi 2 menjadi sismal versi 3 yang sudah diwajibkan untuk di aplikasikan per tanggal 1 Januari 2023 Malaria merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia pada umumnya dan Sulawesi Tengah pada khususnya, karena dapat menyebabkan tingginya angka kesakitan dan kematian serta sering menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB). Sekitar 23% dari 13 kabupaten/kota di Sulawesi Tengah berdomisili di daerah yang sulit dijangkau. Angka kesakitan malaria berdasarkan Annual fluktuaktif yaitu 0,09 per 1000 penduduk dengan jumlah kasus sebanyak 179 kasus positif malaria dan pada tahun 2022 sebanyak 190 kasus

Read article