Program Makan Bergizi Gratis (MBG): Upaya Nasional Tingkatkan Kesehatan Masyarakat

Sulawesi Tengah Belum Masuk Tahap Awal Implementasi Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan salah satu inisiatif unggulan di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dengan anggaran sebesar Rp71 triliun dari APBN 2024, program ini ditargetkan menjangkau 19,47 juta anak, ibu hamil, dan kelompok rentan lainnya. Pelaksanaan program dimulai pada 6 Januari 2025 di 190 titik Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang tersebar di 26 provinsi di Indonesia. Namun, berdasarkan konfirmasi Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, Fransisca D. Rasubala, SKM., MAP, wilayah Sulawesi Tengah belum menjadi bagian dari lokus awal program ini. “Sulawesi Tengah belum mendapatkan titik lokasi SPPG untuk tahap pertama. Ini terkait kesiapan infrastruktur dan sumber daya yang perlu dipenuhi,” ungkap Fransisca saat ditemui di ruang kerjanya. Alasan Sulawesi Tengah Belum Terlibat dalam Tahap Awal: Kesiapan Infrastruktur dan Sumber Daya: Pelaksanaan program membutuhkan dapur umum yang memenuhi standar, tenaga ahli gizi, serta sistem distribusi yang memadai, Beberapa daerah masih memerlukan waktu tambahan untuk mempersiapkan fasilitas sesuai petunjuk teknis (juknis) dan pelaksanaan (juklak). Tahapan Implementasi Bertahap: Pemerintah pusat menerapkan pendekatan bertahap, dimulai dari daerah yang lebih siap untuk mendukung keberhasilan awal program. Koordinasi dan Evaluasi: Perlu ada sinergi antara pemerintah daerah dan pusat untuk memastikan kesiapan dan kelancaran pelaksanaan program. Langkah-Langkah Persiapan di Sulawesi Tengah Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah terus melakukan berbagai persiapan, seperti: Peningkatan Kesiapan Infrastruktur: Memastikan ketersediaan fasilitas sesuai standar program. Koordinasi dengan Pemerintah Pusat: Mengintensifkan komunikasi dengan Badan Gizi Nasional (BGN) dan pihak terkait. Sosialisasi kepada Masyarakat: Meningkatkan pemahaman masyarakat tentang manfaat dan mekanisme program MBG. Keamanan Pangan Jadi Fokus Utama Selain memenuhi standar gizi, aspek keamanan pangan menjadi prioritas. Jadmoko, SKM, staf seksi Kesehatan Lingkungan, menegaskan bahwa semua makanan yang disiapkan harus sesuai pedoman Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP). Hal ini bertujuan mencegah kontaminasi sepanjang rantai pengolahan hingga penyajian. Standar Isi Piringku dalam Program MBG Program MBG dirancang untuk memastikan keseimbangan antara karbohidrat, protein, sayuran, dan buah, sesuai prinsip “Isi Piringku.” Sasaran program mencakup kelompok usia 4 hingga 6 tahun, anak balita, remaja hingga usia 18 tahun, serta ibu hamil dan menyusui. Bagi ibu hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK), disiapkan makanan tambahan khusus. Tantangan dan Harapan Meskipun Sulawesi Tengah belum masuk tahap awal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi menegaskan kesiapan mereka untuk menjalankan tugas pada aspek gizi dan keamanan pangan. “Tanggung jawab di bidang kesehatan sudah rampung, tinggal menunggu perintah lebih lanjut dari pemerintah pusat,” ujar Fransisca. Dengan sinergi antarinstansi dan optimalisasi sumber daya, diharapkan Sulawesi Tengah dapat segera bergabung dalam program MBG. Hal ini menjadi langkah strategis untuk meningkatkan status gizi masyarakat serta mewujudkan generasi yang sehat dan produktif.

Read article
Eliminasi Filariasis di Sulawesi Tengah: Upaya Berkelanjutan untuk Mewujudkan Kesehatan Masyarakat yang Lebih Baik

Filariasis, atau yang dikenal dengan istilah penyakit kaki gajah, masih menjadi masalah kesehatan yang signifikan di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di Provinsi Sulawesi Tengah. Penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing filaria ini tidak hanya mengganggu kualitas hidup penderitanya tetapi juga berpotensi menyebabkan kecacatan permanen. Hingga saat ini, Sulawesi Tengah terus berupaya untuk mengeliminasi filariasis melalui berbagai program dan upaya kesehatan masyarakat yang terkoordinasi. 9 dari 13 Kabupaten/Kota Endemis Filariasis di Sulawesi Tengah Di Provinsi Sulawesi Tengah, terdapat 9 kabupaten/kota yang telah teridentifikasi sebagai daerah endemis filariasis. Sementara empat kabupaten berhasil mengeliminasi penyakit ini. Keberhasilan tersebut menjadi pencapaian penting dalam upaya mengurangi beban penyakit kaki gajah di provinsi ini. Empat kabupaten yang berhasil mengeliminasi filariasis adalah Parigi Moutong (Parimo), Poso, Sigi, dan Donggala. Bahkan  Kabupaten Parimo sudah mendapatkan sertifikasi eliminasi filariasis. Proses Eliminasi di Lima Kabupaten Meski empat kabupaten telah mencapai eliminasi, lima kabupaten lainnya masih dalam proses menuju eliminasi. Kelima kabupaten ini adalah Banggai, Banggai Kepulauan (Bangkep), Morowali, Buol, dan Tojo Una-Una (Touna). Salah satu langkah penting dalam proses eliminasi ini adalah melalui Pemberian Obat Pencegahan Massal (POPM), sebuah program yang memberikan obat secara massal kepada penduduk di daerah endemis guna mencegah penyebaran filariasis. POPM dilakukan setahun sekali selama minimal lima tahun. Survei Transmission Assessment Survey (TAS) dan Brugia Impact Survey (BIS) Salah satu langkah penting dalam memastikan eliminasi filariasis adalah melalui survei untuk menilai prevalensi infeksi mikrofilaria di masyarakat. Pada tahun 2025, Kabupaten Bangkep dijadwalkan untuk melaksanakan survei Transmission Assessment Survey (TAS) tahap pertama menggunakan metode Brugia Impact Survey (BIS). TAS ini direncanakan pada tahun 2022, namun tertunda akibat pandemi COVID-19. Metode BIS sendiri diperkenalkan setelah temuan permasalahan pada penggunaan alat Brugia Rapid Test yang memberikan hasil inkonsisten dalam survei TAS di daerah-daerah endemis Brugia. Berdasarkan uji laboratorium yang dilakukan di empat laboratorium, hasilnya tidak memadai. Sebagai respons, WHO mengeluarkan rekomendasi untuk menghentikan sementara penggunaan alat tersebut dan menggantinya dengan metode alternatif berupa survei sampling acak berbasis masyarakat dengan alat diagnostik sediaan darah jari malam, yang disebut sebagai Brugia Impact Survey (BIS). Metode BIS bertujuan untuk memastikan prevalensi mikrofilaria pada populasi dewasa berada di bawah 1%. Survei ini dilakukan dengan mengambil sampel darah dari orang dewasa berusia 18 tahun ke atas pada malam hari, antara pukul 10 malam hingga 2 pagi. Ini berbeda dengan metode Brugia Rapid Test yang dilakukan pada anak-anak sekolah kelas 2 dan 3 pada pagi hari. Langkah Konkret di Tojo Una-Una Sebagai bagian dari upaya eliminasi, Kabupaten Tojo Una-Una telah memulai penerapan metode BIS pada Juli 2024 secara acak di seluruh puskesmas di wilayah tersebut. Evaluasi dilakukan setelah pengobatan massal selama lima tahun berturut-turut, dimulai dengan survei pre-TAS untuk menilai efektivitas program pengobatan massal. Survei ini bertujuan untuk menentukan apakah daerah tersebut siap untuk melanjutkan ke tahap eliminasi, yang diikuti oleh BIS untuk memastikan bahwa prevalensi mikrofilaria sudah turun ke tingkat yang dapat diterima. Komitmen Sulawesi Tengah dalam Mengeliminasi Filariasis Upaya eliminasi filariasis di Sulawesi Tengah terus berjalan dengan menggunakan metode survei yang disesuaikan dengan kondisi epidemiologi masing-masing kabupaten. Selasa, 14 Januari 2025, Humas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, melalui wawancara dengan pengelola program Dr. Lucky Rondonuwu dan dilaporkan oleh Sarce, SKM, sebagai pelaksana di lapangan, mengungkapkan bahwa upaya ini menunjukkan komitmen kuat dari pemerintah daerah dalam mengurangi beban penyakit filariasis, serta memastikan kesehatan masyarakat yang lebih baik di masa depan. Dengan berlanjutnya program pengobatan massal dan survei berkala, Sulawesi Tengah berharap dapat mengurangi jumlah penderita filariasis secara signifikan dan menjadikan provinsi ini bebas dari penyakit kaki gajah. Sumber : dr. Lucky Rondonuwu, Pengelola Program Filariasis

Read article
“Penyelenggaraan Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP) di Sulawesi Tengah: Upaya Transformasi Pelayanan Kesehatan”

Transformasi Pelayanan Kesehatan Primer saat ini menjadi bagian penting dan paling dekat di masyarakat dimana fokus kita adalah menjaga orang tetap sehat, bukan mengobati orang yang sakit. Dengan Kesehatan yang terjaga, maka masyarakat akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik dan produktif. Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP) merupakan upaya untuk menata dan mengoordinasikan berbagai pelayanan kesehatan primer dengan fokus pada pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan berdasarkan siklus hidup bagi perseorangan, keluarga dan masyarakat. ILP bertujuan untuk mendekatkan akses dan pelayanan kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan/atau paliatif pada setiap fase kehidupan secara komprehensif dan berkualitas bagi Masyarakat. Kemenkes telah menetapkan 3 fokus Integrasi Pelayanan Kesehatan Yaitu : Peran puskesmas menjadi sangat penting dalam mencegah permasalahan kesehatan dengan tanggung jawab untuk menggerakkan masyarakat dalam menjaga dan mempertahankan kesehatan mereka, serta melakukan pencegahan penyakit melalui skrining dini dan cakupan imunisasi yang lebih baik. Dengan demikian, Puskesmas menjadi garda terdepan dalam mencegah dan mengurangi beban penyakit di tengah masyarakat. Pelayanan Kesehatan Primer, sebagai tulang punggung sistem kesehatan, telah mengalami transformasi melalui revitalisasi struktur dan jejaring layanan kesehatan primer di Puskesmas, Puskesmas Pembantu (Pustu), dan Posyandu. Pustu, sebagai jaringan Puskesmas, memerlukan penguatan baik dari aspek manajemen maupun pelayanan. Penguatan Pustu sebagai unit pelayanan kesehatan di tingkat desa/kelurahan bertujuan untuk memastikan akses masyarakat terhadap layanan kesehatan yang berkualitas dan komprehensif semakin mudah. Selain itu, Pustu diharapkan dapat menjadi perpanjangan Puskesmas dalam pemberian layanan kesehatan primer, terutama yang bersifat promotif dan preventif, serta mampu mengkoordinasikan berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan tingkat desa/kelurahan. Pada bulan Agustus 2023, Kementerian Kesehatan secara resmi meluncurkan program Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP). Progam ini menyasar bahwa transformasi kesehatan dapat dilaksanakan dengan lebih cepat dan efektif. Melalui integrasi ini, seluruh Puskesmas diharapkan mampu meningkatkan layanan kesehatan yang lebih terkoordinasi, komprehensif, dan berfokus pada kebutuhan masyarakat. Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP) telah menjadi fokus utama Dinas Kesehatan Provinsi. Kepala Seksi Pelayanan Kesehatan Primer, Ibu Misnawati, S.ST.,M.Kes, yang berada di bawah bidang pelayanan kesehatan dijabat oleh Ibu Hestiwati, SKM.,M.Kes, mengungkapkan Saat ini di Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2024 tercatat sudah 9 Kabupaten Kota yang telah melaksanakan Launching Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP)) antara lain : Donggala, Banggai, Banggai Kepulauan, Morowali, Morowali Utara, Sigi ,Parigi Moutong, Tojo Una una, dan Toli toli dan  ditahun 2025 ini diharapkan semua Kabupaten Kota telah melaksankan Launching ILP sehingga penerapan ILP bisa mencapai target. Sedangkan Puskesmas yang telah Menerapkan ILP sebanyak 36 Puskesmas dari total 219 Puskesmas di wilayah ini. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Misnawati, capaian target ILP ini baru mencapai 16,51% dari target yang diharapkan sebesar 40% pada tahun 2024. Hal ini menunjukkan bahwa masih diperlukan berbagai upaya untuk mencapai target tersebut, termasuk peningkatan kapasitas dan koordinasi secara berjenjang antar Pusat, daerah, dan Puskesmas. Perubahan Sistem Pelayanan kesehatan di Puskesmas dalam implementasi ILP, Puskesmas di Sulawesi Tengah akan mengubah cara kerja di Puskesmas dilakukan dengan mengoordinasikan pelayanan kesehatan primer berdasarkan siklus hidup dan tidak lagi berbasis program. Cara kerja baru tersebut terlihat dalam ilustrasi pola kerja berikut : Terdapat 5 Klaster terdiri dari : Klaster 1: Manajemen – Mengelola administrasi dan operasional Puskesmas secara efektif. Klaster 2 : Ibu dan Anak – Memberikan pelayanan khusus untuk ibu hamil, bersalin,nifas, Balita, anak prasekolah, Anak usia Sekolah dan Remaja. Klaster 3: Usia Dewasa dan Lansia – Fokus pada pelayanan kesehatan untuk orang dewasa dan lanjut usia. Klaster 4: Penanggulangan Penyakit Menular – Menangani penyakit menular dengan pendekatan preventif dan kuratif. Klaster 5: Lintas Klaster – Mengintegrasikan layanan antar klaster untuk memastikan kelancaran dan keselarasan dalam pemberian pelayanan.Kesimpulan, Transformasi melalui ILP di Sulawesi Tengah merupakan langkah penting dalam memperbaiki kualitas pelayanan kesehatan primer. Dengan fokus pada integrasi dan penguatan sistem klaster di Puskesmas, diharapkan dapat meningkatkan capaian target ILP dan memberikan manfaat yang lebih besar bagi masyarakat. Upaya ini tidak hanya meningkatkan aksesibilitas layanan kesehatan tetapi juga memastikan bahwa layanan yang diberikan sesuai dengan kebutuhan setiap individu dalam berbagai tahapan kehidupan. Peningkatan Kapasitas Tenaga Kesehatan Dalam rangka mewujudkan transformasi pelayanan primer yang menekankan pada pentingnya upaya promotif dan preventif, diperlukan penguatan pelayanan kesehatan di Puskesmas. Salah satu strategi yang dilakukan untuk penguatan pelayanan kesehatan tersebut adalah melalui peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam melakukan komunikasi pelayanan publik. Direktorat Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat telah menyelenggarakan Training of Trainer (TOT) Pelatihan Komunikasi dalam Pelayanan Publik bagi Sumber Daya Manusia Kesehatan di Puskesmas, pada hari Senin – Sabtu tanggal 14 – 19 Oktober 2024 di Arion Suites Hotel Kemang Jl. Kemang Raya No.7, Bangka, Kec. Mampang Prapatan, Jakarta. Perwakilan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah yang terdiri dari lima orang dan satu orang dari Balai Pelatihan Kesehatan akan bertindak sebagai fasilitator untuk ILP di Puskesmas wilayah Sulawesi Tengah. Fasilitator ini bertugas memberikan pemahaman kepada tenaga Puskesmas mengenai komunikasi yang efektif dengan masyarakat, sehingga Puskesmas yang belum melaksanakan ILP dapat segera mengimplementasikannya. Dengan upaya ini, diharapkan transformasi pelayanan kesehatan primer dapat terwujud, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di Sulawesi Tengah, dan memenuhi kebutuhan masyarakat secara efektif. Semoga informasi yang telah disampaikan dapat bermanfaat dan membantu dalam meningkatkan kualitas layanan di Puskesmas.

Read article
Sulawesi Tengah Mantapkan Langkah Menuju Stop BABS, Raih Penghargaan Nasional

Salah satu tujuan utama Sustainable Development Goals (SDGs) adalah memastikan akses universal terhadap sanitasi layak serta mengakhiri praktik Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Target ini telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024, di mana pemerintah menetapkan capaian 90% akses sanitasi layak, termasuk 15% sanitasi aman, dan ketiadaan praktik BABS pada tahun 2024. Provinsi Sulawesi Tengah terus menunjukkan komitmennya dalam mencapai target nasional tersebut melalui program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM). Sebagai bentuk keseriusan, Komitmen Bersama secara tertulis ditandatangani oleh para pimpinan daerah dan diketahui langsung oleh Gubernur Sulawesi Tengah, H. Rusdy Mastura, dalam acara Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Tingkat Provinsi yang berlangsung pada 18 April 2024 di Hotel Santika, Palu. Tindak lanjut dari komitmen ini, Pemerintah Kota Palu dan Kabupaten Poso menyatakan diri sebagai wilayah yang berhasil menghentikan praktik BABS pada tahun 2024. Pernyataan ini didukung oleh berita acara dari tim verifikasi STBM yang melibatkan berbagai lintas sektor, termasuk Bappeda, Dinas Cipta Karya dan Sumber Daya Air (Cikasda), serta Kelompok Kerja (Pokja) tingkat provinsi. Sebagai bentuk apresiasi, pada peringatan Hari Kesehatan Nasional ke-60 yang diselenggarakan pada 12 November 2024, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah melalui Dinas Kesehatan memberikan piagam penghargaan dan plakat kepada Kota Palu dan Kabupaten Poso atas keberhasilan mereka dalam mendukung program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM), khususnya pada pilar pertama, yaitu Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS). Selain itu, Kota Palu juga berhasil meraih peringkat ketiga nasional dalam kategori STBM Award Pratama, penghargaan bergengsi yang diberikan langsung oleh Menteri Kesehatan RI. Pengelola program STBM, Benny Palanti, SKM., MKM bersama Roswati, SKM menjelaskan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil sinergi lintas sektor dan komitmen kuat dari pemerintah daerah. “Ada tiga komponen penting dalam keberhasilan program ini, yakni menumbuhkan kebutuhan masyarakat (demand) melalui pemicuan, memastikan ketersediaan pelayanan sanitasi (supply), dan menciptakan lingkungan pendukung (enabling environment) melalui regulasi dan peran perangkat daerah,” ungkap Benny. Keberhasilan program STBM di Sulawesi Tengah membuktikan bahwa dengan kolaborasi yang kuat, pembangunan sanitasi layak dan aman dapat dicapai. Hal ini memberikan dampak positif tidak hanya bagi kesehatan masyarakat, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup di wilayah tersebut. Dengan pencapaian ini, Sulawesi Tengah semakin optimistis dalam mendukung visi Indonesia stop BABS pada 2024. Selain itu, program STBM ini juga akan diatur dalam Peraturan Gubernur tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat, yang saat ini sudah masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Gubernur (Propempergub). Pembahasan internal terkait rancangan regulasi ini telah selesai dilakukan dan saat ini menunggu finalisasi dari Biro Hukum, dengan target penyelesaian pada Triwulan II Tahun 2025. Dengan kolaborasi lintas sektor yang kuat, komitmen pemerintah daerah, dan dukungan masyarakat, Sulawesi Tengah optimistis dapat mewujudkan target sanitasi layak dan aman, sekaligus berkontribusi pada pencapaian visi Indonesia stop Buang Air Besar Sembarangan. Langkah maju ini bukan hanya mencerminkan keberhasilan program, tetapi juga menjadi fondasi untuk membangun kualitas hidup yang lebih baik bagi seluruh masyarakat. Bersama, kita wujudkan Sulawesi Tengah yang lebih sehat, bersih, dan bermartabat. Sumber Berita:Benny Palanti, SKM., MKM dan Roswati, SKM., (Pengelola Program STBM Provinsi Sulawesi Tengah)

Read article
TBC Masih Menjadi Ancaman Serius di Indonesia dan Sulawesi Tengah

Tuberkulosis (TB): Penyakit Infeksi yang Perlu Diwaspadai Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Meskipun bakteri ini utamanya menyerang paru-paru, TB juga dapat menyerang bagian tubuh lain seperti tulang, ginjal, otak, dan kelenjar getah bening. Penyakit ini menjadi perhatian global karena penyebarannya yang cepat dan dapat berakibat fatal jika tidak ditangani dengan baik. Situasi Global Tuberkulosis Menurut Global Tuberculosis Report 2024, sebanyak 10,8 juta orang di seluruh dunia diperkirakan menderita TBC pada tahun 2023, dengan 1 juta di antaranya meninggal dunia. Secara global, India menyumbang 25,8% dari total kasus, diikuti oleh Indonesia dengan 10,1%, dan Cina sebesar 6,8%. Indonesia: Negara dengan Beban Kasus TBC Tertinggi Kedua di Dunia Indonesia menempati posisi kedua dalam estimasi kasus dan kematian akibat TBC di dunia pada tahun 2023. Untuk mengatasi tantangan ini, Pemerintah Indonesia telah berkomitmen melalui peta jalan eliminasi TBC yang ambisius, sesuai dengan target global END TB Strategy. Peta Jalan Eliminasi TBC di Indonesia Target global END TB Strategy juga menetapkan penurunan insidensi sebesar 80% dan penurunan kematian akibat TBC sebesar 90%. Komitmen Presiden Terpilih 2024-2029 Visi dan misi Presiden Terpilih 2024-2029 mencakup target penurunan 50% kasus TBC sebagai bagian dari Misi Asta Cita. Dalam 8 Program Hasil Terbaik Cepat, program kedua secara khusus menekankan pada pemeriksaan kesehatan gratis dan penurunan kasus TBC sebesar 50% dalam lima tahun ke depan. Capaian Program TBC di Sulawesi Tengah Tahun 2024 Di Sulawesi Tengah, pencapaian program eliminasi TBC tahun 2024 masih belum sepenuhnya mencapai target nasional. Beberapa indikator pencapaian adalah: Pelaporan Data TBC 2024 Penginputan dan pelaporan data kasus TBC tahun 2024 ke dalam sistem SITB harus diselesaikan paling lambat 28 Februari 2025. Data final akan diunduh pada 3 Maret 2025. Akhir Kata Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah mengajak seluruh elemen masyarakat agar memeriksakan diri ke fasyankes jika mengalami gejala TBC untuk mendapatkan pengobatan. TBC bisa sembuh jika berobat secara teratur dan tuntas. TOSS TBC (Temukan Obati Sampai Sembuh). Sumber Informasi: dr. IkbalKepala Seksi Pencegahan dan Penyakit MenularDinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah

Read article
Apel Pagi Perdana Tahun 2025 Lingkup Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah

Palu, 2 Januari 2025 – Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menggelar apel pagi perdana tahun 2025 di halaman kantor Dinas Kesehatan. Apel ini dipimpin oleh Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, Wayan Apriani, SKM., M.Epid. Kegiatan tersebut dihadiri oleh seluruh pegawai ASN lingkup Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Dalam amanatnya, Wayan Apriani menyampaikan beberapa hal penting, salah satunya terkait Peraturan Menteri Kesehatan (PMK) RI Nomor 21 Tahun 2024 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Ia menjelaskan bahwa sesuai arahan dari regulasi tersebut, Dinas Kesehatan daerah akan menyesuaikan struktur organisasinya dengan struktur yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Penyesuaian ini diharapkan dapat memperkuat tata kelola pelayanan kesehatan di daerah dan mendukung visi pembangunan kesehatan nasional. Setelah pelaksanaan apel, dilakukan inspeksi mendadak (sidak) oleh Staf Ahli Gubernur Sulawesi Tengah Bidang Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat, Dr. Rohani Mastura, M.Si., bersama Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Sulawesi Tengah, Adiman, S.H., M.Si., yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Sidak ini bertujuan memastikan kehadiran ASN melalui absensi pegawai serta menegakkan disiplin dan komitmen pegawai dalam melaksanakan tugas pelayanan publik di awal tahun baru. Adiman mengapresiasi tingkat kehadiran pegawai yang cukup tinggi pada apel perdana ini. Ia juga menegaskan pentingnya kedisiplinan sebagai kunci utama keberhasilan pelaksanaan program dan kegiatan di tahun 2025. Melalui apel pagi ini, diharapkan semangat dan dedikasi para pegawai ASN tetap terjaga untuk mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Komitmen bersama ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi masyarakat Sulawesi Tengah.

Read article
Humas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah “Pembahasan Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) tentang Penurunan Angka Kematian Ibu, Bayi, dan Stunting”

Palu, 23 Desember 2024 – Humas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah menggelar rapat pembahasan Rancangan Peraturan Gubernur (Rapergub) berdasarkan Ketetapan Gubernur Sulawesi Tengah Tahun 2024 tentang Program Pembentukan Peraturan Gubernur (Propempergub). Rapat ini bertujuan untuk mengatur lebih lanjut pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2021 tentang Penurunan Angka Kematian Ibu, Bayi, dan Stunting. Kegiatan ini diselenggarakan sebagai tindak lanjut dari ketentuan Pasal 11 ayat (3), Pasal 13 ayat (2), dan Pasal 16 ayat (5) Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2021, yang mengamanatkan pengaturan teknis ke dalam Peraturan Gubernur. Rapat yang berlangsung pada hari Senin, 23 Desember 2024, pukul 09.00 WITA hingga selesai, bertempat di Ruang Rapat P2 Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah. Kegiatan ini menghadirkan NarasumberAhli dalam perancangan peraturan hukum, Salam Lamangkau, serta dihadiri oleh peserta undangan dari berbagai seksi terkait di Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, yaitu: Seksi Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Seksi Kesehatan Lingkungan, Kesehatan Olahraga, dan Kesehatan Kerja Seksi Pelayanan Kesehatan Primer Seksi Pelayanan Kesehatan Rujukan Tim Kerja Program KIA dan Gizi Masyarakat Tim Kerja Urusan Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) Sekretariat Dinas Kesehatan Dalam rapat ini, berbagai poin penting dibahas untuk memastikan keberlanjutan program strategis dalam penurunan angka kematian ibu, bayi, serta stunting. Dengan keterlibatan berbagai pihak terkait, diharapkan rancangan peraturan ini dapat menjadi dasar pelaksanaan yang efektif dan menyeluruh. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah berkomitmen untuk terus mendukung tercapainya target pembangunan kesehatan yang lebih baik melalui koordinasi dan sinergi lintas sektor serta penyusunan regulasi yang komprehensif. Untuk informasi lebih lanjut, silakan hubungi: Humas Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Telepon: 0823 9367 9107 Email: dinaskesehatan@dinkes.provsulteng.go.id

Read article
Kegiatan Rapat Peningkatan Kompetensi Dokter dalam Tatalaksana Kasus Rujukan Non Spesialistik di Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah Tahun 2023

Peran FKTP sebagai komponen penting untuk memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada seluruh rakyat Indonesia semakin diperkuat termasuk dalam strategi pencapaian SDGs 2030 serta Standar Pelayanan Minimal (SPM), menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Puskesmas diharapkan mampu berperan aktif sebagai koordinator wilayah yang menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan kepada organisasi pelayanan kesehatan yang ada di wilayahnya (Permenkes Nomor 43 Tahun 2019 tentang Puskesmas). Perlu upaya mengintegrasi pelayanan kesehatan di FKTP yang terdiri dari berbagai organisasi pelayanan kesehatan (Puskesmas, klinik swasta, dan dokter praktek mandiri), interprofesional (dokter, perawat, bidan, sanitarian, tenaga gizi, laboratorium, apoteker, kader, relawan, dan sebagainya), program kesehatan (UKP, UKM, program kesehatan prioritas, pencegahan dan pengendalian penyakit/wabah, dan sebagainya), serta lintas sektor (sosial, pendidikan, perumahan rakyat, dan sebagainya). Salah satu peran Fasyankes Tk. I dalam penyelenggaraaan kesehatan menuju cakupan kesehatan semesta adalah sebagai penapis rujukan (gatekeeper). Fasyankes Tk. I diharapkan dapat memberikan pelayanan yang bermutu dan komprehensif kepada peserta meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Kemampuan Fasyankes Tk. I dalam memberikan pelayanan sangat bergantung dengan kondisi sumber daya di Fasyankes Tk. I, termasuk kondisi SDM, sarana, prasarana, alat, obat di Fasyankes Tk. I, dan kondisi pembiayaan di Fasyankes Tk. I. Untuk itu Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah harus berperan aktif dalam pemenuhan sumber daya di Fasyankes Tk. I, termasuk dalam penguatan kompetensi SDM baik dokter di Puskesmas, Klinik maupun praktik mandiri dalam melakukan pelayanan. Oleh sebab itu, diperlukan Peningkatan kompetensi FKTP dalam tata laksana kasus non spesialistik dalam bentuk pertemuan peningkatan kompetensi dokter di Fasyankes Tk. I untuk menurunkan rasio rujukan non spesialistik. Kegiatan ini dilaksanakan di UPTD Puskesmas Bulili pada Rabu, 15 November 2023. Dengan adanya kegiatan peningkatan Kompetensi dokter dalam tatalaksana kasus rujukan non spesialistik ini, persentase FKTP dengan rujukan non spesialistik dibawah 2%, Kabupaten /kota diharapkan dapat meningkatkan kemampuan dokter dalam menangani kasus Rujukan Non Spesialistik.

Read article
Upaya Pencegahan DBD dengan 3M Plus

Kasus demam berdarah terjadi karena perilaku hidup masyarakat yang kurang memperhatikan kebersihan lingkungan. Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang perlu diwaspadai karena dapat menyebabkan kematian dan dapat terjadi karena lingkungan yang kurang bersih. Berbagai upaya dilakukan untuk mencegah merebaknya wabah DBD. Salah satu caranya adalah dengan melakukan PSN 3M Plus. 1. Menguras merupakan kegiatan membersihkan/menguras tempat yang sering menjadi penampungan air seperti bak mandi, kendi, toren air, drum dan tempat penampungan air lainnya. Dinding bak maupun penampungan air juga harus digosok untuk membersihkan dan membuang telur nyamuk yang menempel erat pada dinding tersebut. Saat musim hujan maupun pancaroba, kegiatan ini harus dilakukan setiap hari untuk memutus siklus hidup nyamuk yang dapat bertahan di tempat kering selama 6 bulan. 2. Menutup merupakan kegiatan menutup rapat tempat-tempat penampungan air seperti bak mandi maupun drum. Menutup juga dapat diartikan sebagai kegiatan mengubur barang bekas di dalam tanah agar tidak membuat lingkungan semakin kotor dan dapat berpotensi menjadi sarang nyamuk. 3. Memanfaatkan kembali limbah barang bekas yang bernilai ekonomis (daur ulang) kita juga disarankan untuk memanfaatkan kembali atau mendaur ulang barang-barang bekas yang berpotensi menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk demam berdarah. Yang dimaksudkan Plus-nya adalah bentuk upaya pencegahan tambahan seperti berikut: • Memelihara ikan pemakan jentik nyamuk • Menggunakan obat anti nyamuk • Memasang kawat kasa pada jendela dan ventilasi • Gotong Royong membersihkan lingkungan • Periksa tempat-tempat penampungan air • Meletakkan pakaian bekas pakai dalam wadah tertutup • Memberikan larvasida pada penampungan air yang susah dikuras • Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar • Menanam tanaman pengusir nyamuk Wabah DBD biasanya akan mulai meningkat saat pertengahan musim hujan, hal ini disebabkan oleh semakin bertambahnya tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk karena meningkatnya curah hujan. Tidak heran jika hampir setiap tahunnya, wabah DBD digolongkan dalam kejadian luar biasa (KLB). Masyarakat diharapkan cukup berperan dalam hal ini. Oleh karena itu, langkah pencegahan yang dapat dilakukan adalah upaya pencegahan DBD dengan 3M Plus. Sumber : DIREKTORAT PROMOSI KESEHATAN & PEMBERDAYAAN

Read article